BANJAR,FOKUSJabar.id: Forum Reformasi Dinasti Banjar (FRDB) dan Aksi Reformasi Pemuda dan Mahasiswa (Aksioma) berencana mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Banjar untuk mempertanyakan perkembangan dugaan korupsi tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Kota Banjar.
Selain menyoroti perkembangan kasus tersebut, FRDB dan Aksioma juga mempertanyakan objek pemeriksaan yang dianggap tidak relevan. Diketahui yang menjadi objek pemeriksaan dalam kasus ini soal pajak yang dibayar oleh negara dan adanya Peraturan Wali Kota (Perwal) yang berbenturan dengan Peraturan Pemerintah (PP) maupun Mendagri.
Baca Juga: Uang Rp35 Juta dan Perhiasan Milik Eni Rohaeni Disikat Maling
Menurut Koordinator FRDB, Soedrajat Argadireja, penyelidikan justru lebih banyak berfokus pada aspek pajak dibandingkan besaran tunjangan yang dinilai fantastis.
“Yang ingin kami tanyakan adalah mengapa objek pemeriksaannya lebih banyak menyoroti pajak. Padahal yang menjadi sorotan masyarakat adalah besaran tunjangan perumahan dan transportasi pada tahun 2022,” ujar Soedrajat pada Minggu (2/2/2025).
Soedrajat menambahkan, masyarakat menilai kenaikan tunjangan di tengah pandemi Covid-19 sangat tidak wajar. Mengingat, saat itu banyak pengalihan anggaran untuk penanganan pandemi.
“Justru yang menjadi perhatian publik adalah kenaikan tunjangan yang terjadi saat Covid-19 melanda. Sementara banyak sektor lain mengalami pemangkasan anggaran,” tambahnya.
Proses Hukum Belum Menyentuh Inti Permasalahan
FRDB dan Aksioma menilai penyelidikan dari Kejari Kota Banjar belum menyentuh inti permasalahan. Yaitu besaran tunjangan tahun 2022 yang dianggap tidak sesuai dengan asas kepatutan.
“Kami melihat dari aspek kepatutan. Terutama karena kenaikan ini terjadi di tengah refocusing anggaran akibat pandemi,” tegas Soedrajat yang akrab dengan sapaan Ajat Doglo.
Ajat juga mengungkapkan bahwa menurut informasi dari penyidik, sudah ada calon tersangka dalam kasus ini. Namun, ia menilai jika hanya pihak eksekutif yang menjadi tersangka, maka itu tidak adil.
“Kalau hanya menetapkan eksekutif sebagai tersangka, sementara legislatif yang turut menikmati tunjangan ini luput dari jeratan hukum, maka ini tidak adil,” tandasnya.
Sementara itu, Presiden Aksioma, Akhmad Dimyati, menegaskan kesiapannya untuk menggelar aksi di Kejari Kota Banjar dalam waktu dekat. Mantan Wakil Wali Kota Banjar dua periode ini menilai proses penanganan kasus ini berjalan lamban dan kurang transparan.
“Kami siap menduduki Kejaksaan karena melihat lambannya penanganan kasus ini serta kurangnya keterbukaan informasi kepada publik,” katanya.
Ia juga mendesak agar ikut memeriksa juga tunjangan tahun 2022. Karena menurutnya kasus ini tidak boleh hanya menjadikan eksekutif sebagai pihak yang bertanggung jawab.
“Jangan sampai hanya eksekutif yang menjadi korban, sementara legislatif yang menikmati tunjangan tersebut tidak tersentuh hukum,” pungkasnya.
(Agus/Irfansyahriza)