PANGANDARAN,FOKUSJabar: Sekitar 300 hektar areal persawahan milik warga di Desa Mangunjaya, Jangraga dan Desa Sindangjaya kecamatan Mangunjaya, kabupaten Pangandaran, Jawa Barat terdampak kekeringan.
Akibatnya, warga di tiga desa tersebut tidak pernah panen selama 2 tahun berturut-turut.
Menyikapi masalah itu, Kepala desa Jangraga Feri Keptina mengaku telah berkoordinasi dengan pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citandui. Sebab, saluran sungai tersebut kewenangannya BBWS.
BACA JUGA: Makin Pede, Cabup Pangandaran Ujang Endin Unggul di 10 Kecamatan Menurut Survei
Dia mengaku, telah mengirimkan surat permohonan sebanyak tiga kali ke BBWS agar sungai tersebut di normalisasi, namun pihak BBWS tidak merespon.
“Kami sudah berupaya koordinasi dengan BBWS. Karena itu kaitannya dengan BBWS. Kami meminta normalisasi sungai, supaya sungai bisa mengalir normal,” ucap Feri di kantor desa Jangraga Rabu, (9/10/2024).
Menurutnya, saluran sungai tersebut menjadi dangkal, karena saluran air malah menjadi dijadikan tempat pembuangan sampah dari hulu sungainya.
Ia mengungkapkan, pihak desa bukan tidak mau membangun atau menormalisasi sungai. Tetapi, hal itu berbenturan dengan peraturan. Lantaran, lahan tersebut milik BBWS.
“Kalau bisa dikelola pihak desa mah, pihak desa sudah menganggarkan. Mending mengorbankan anggaran pembangunan infrastruktur yang lain,” katanya.
Ia mengaku, miris mengingat 90 persen warga di wilayahnya bergantung kepada sektor pertanian. Maka, kebutuhan air untuk pertanian sangat diperlukan.
Ia pun menjelaskan, dampak kekeringan menjadi alasan warga Jangraga enggan membayar pajak PBB, sebab lahan persawahan tidak membuahkan hasil.
Sementara, hal itu menjadi dilematis pihak desa. Pasalnya, pihaknya di tekan harus menyetorkan pajak PBB ke Pemda Pangandaran.
BACA JUGA: Relawan Hudang Ungkap Dampak Buruk Utang Pemda Pangandaran
Maka dari itu, dia sangat mengharapkan pihak BBWS segera menangani apa yang menjadi keluhan masyarakat Jangraga. Karena mayoritas warganya petani dan buruh tani.
“Saya miris melihat masyarakat, untuk membeli beras saja menangis, kasihan. Dan dampaknya bayar pajak PBB menjadi alasan warga,” kata dia.
(Sajidin/Anthika Asmara)