BANDUNG,FOKUSJabar.id: Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat berkolaborasi bersama Ikatan Alumni Fisip Universitas Pasundan Bandung bahas terkait bahaya siaran berbasis internet atau Over The Top (OTT) bagi masyarakat.
Hal itu dilakukan agar edukasi kepada masyarakat akan permasalahan tersebut bisa tersampaikan dengan optimal melalui berbagai lini dan sektor.
BACA JUGA:
Satpol PP Garut Limpahkan 8.443 Botol Miras
Perlu diketahui, Indonesia sekarang dihadapkan dalam situasi sulit akibat derasnya arus informasi akibat keterbukaan informasi saat ini.
Derasnya arus informasi ini ibarat pisau bermata dua yang mampu memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Namun juga bisa membunuh tidak hanya dirinya sendiri tapi dalam skala besar
Ketua KPID Jawa Barat, Adiyana Slamet mengatakan, saat ini Indonesia tengah berada disituasi yang darurat. Di mana sampai saat ini media berbasis internet belum mampu diatur selayaknya media konvensional.
Padahal banyak laporan dari berbagai instansi akan dampak yang di timbulkan media berbasis internet ini.
BACA JUGA:
Ini 2 Prioritas Pembangunan Pemkab Ciamis Tahun 2025
“Dalam Indeks Ketahanan Nasional Lemhanas 2023, gatra sosial budaya itu rendah dari rentan 1-5. nilainya cuman 2,54 urutan ke 5 terbelakang, ini sangat mengkhawatirkan, sedangkan menurut DP3AKB Jawa Barat, kasus pencabulan yang terjadi ini karena pelaku mengkonsumsi konten konten yang berbasis internet,” kata Adiyana, Selasa (9/7/2024).
Menurutnya, pengaturan media berbasis internet ini bisa dilakukan oleh pemerintah. Seperti halnya yang dilakukan oleh negara-negara lain.
“Lembaga Penyiaran konvensional sudah diatur dan diawasi oleh negara. Nah yang belum ini justru media berbasis internet yang memiliki jangkauan tidak terbatas. Di luar negeri seperti Jerman, sudah memiliki badan khusus yang mengawasi berbasi internet ini. Begitupun negara lain seperti australia, Korea dan negara lainnya,” jelasnya.
BACA JUGA:
Dinyatakan Bebas, Polda Jabar Akan Segera Bebaskan Pegi Setiawan
Adiyana menyampaikan, jika hal ini diabaikan akan berdampak pada kondisi sosial budaya dengan terpaan informasi tanpa filtrasi, akan berdampak buruk bagi karakter dan kognisi masyarakat. Pun berakibat fatal bagi bangsa Indonesia.
“Kalau kondisi sosial budaya hancur, apalagi di Jawa Barat, yakinlah bahwa negara ini akan lululantah dengan ketidak milikan karakter yang berdasarkan sosial budaya. Dan Bung Karno pernah bilang negara ini akan besar jika di bangun karakter mental investment yang bersumber pada sosial budaya. Tapi kemudian generasi hari ini banyak yang habbitnya mengakses media internet tanpa filtrasi, jangan harap kita maju di 2045, karena kognisinya rusak,” ungkapnya.
Komisioner KPID Jawa Barat, Syaefurrochman Achmad menyampaikan, kemudahan dalam membuat media berbasis internet dan bisa dilakukan secara bebas menjadi permasalahan dasar, banyaknya media berbasis internet saat ini. Terlebih OTT ini belum memiliki aturan yang mengatur secara kongkret layaknya media konvensional.
“Kenapa semakin banyak, karena media berbasis internet ini tidak memerlukan izin, tanpa pengaturan, tanpa pajak, dan berdampak besar bagi publik, serta tidak di atur,” katanya.
Syaefurrochman menyebut, jika hal ini dibiarkan maka Lembaga Penyiaran Berkeadilan hanya sebatas slogan meskipun yang di gaungkan KPI tanpa ada dukungan nyata dari pemerintah.
BACA JUGA:
PLN Icon Plus Dukung Transformasi Energi Hijau dan Elektrifikasi Kendaraan
“Kalau tidak diatur sesegera mungkin, ya kepercayaan publik kepada pemerintah bisa turun dan semua upaya mewujudkan Lembaga Penyiaran Berkeadilan hanya angan angan sulit yang berat dilakukan KPI tanpa dukungan nyata pemerintah,” ujarnya.
Dosen FISIP Universitas Pasundan Bandung, Erwin Kustiman mengatakan, hadirnya OTT tanpa ada pengawasan akan berdampak buruk bagi masyarakat bahkan bagi masa depan bangsa.
“Kebebasan OTT yang tidak terkontrol dan ketidak adilan dalam persaingan menjadi permasalahan serius bagi pemerintah dan harus diatasi,” katanya.
Ketika disinggung siapa yang bisa melakukan pengawasan OTT ini, Erwin menyebut, pengawasan lintas sektoral hingga KPI bisa melakukan pengaturan asalkan diberikan kewenangan lebih.
“KPI perlu diberikan kewenangan lebih agar bisa mengatur demokrasi bisa berjalan baik,” ucapnya.
(Yusuf Mugni/Anthika Asmara)