Kamis 12 Desember 2024

Soal Gerombolan Monyet, Ini Penjelasan Pakar ITB

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Ketua Museum Zoologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (SITH ITB), Ganjar Cahyadi mengatakan, ada 3 kemungkinan penyebab monyet ekor panjang berkeliaran atau turun ke permukiman warga. 

Hingga saat ini, kawanan hewan tersebut masih terlihat berkeliaran di permukiman warga.

Mereka berpindah-pindah dari genting, kabel hingga memasuki area luar rumah warga.

BACA JUGA:

Sekda Tegaskan, Jam Operasional Pasar Tumpah di Kota Bandung Sampai Pukul 06.00 WIB

“Pertama, kelompok Monyet tersebut merasakan ada tanda bahaya dari alam. Sehingga menjauh dari habitatnya,” kata Ketua  Museum Zoologi SITH ITB, Jumat (1/3/2024).

Menurutnya, jarak waktu terjadinya bencana dari berpindahnya hewan tersebut biasanya relatif cepat.

Hal ini karena primata tersebut memiliki insting yang lebih kuat.

“Biasanya bencana tidak akan terlalu lama dari kepergian mereka dari habitatnya. Namun, jika tidak ada kejadian bencana, mungkin penyebabnya  hewan ini mencari makan ke tempat lain karena di tempat sebelumnya sumber daya makanan menipis,” katanya.

Ganjar menyampaikan, mungkin hewan ini membentuk kelompok-kelompok. Biasanya satu jantan mengetuai satu kelompok.

Hal itu dapat terjadi karena monyet ekor panjang memiliki tingkat kemampuan adaptasi yang lebih tinggi daripada primata lainnya.

Oleh karena itu, pergerakannya cenderung bebas hingga ke area permukiman.

Mereka pun dapat bergerak dengan bebas di perkotaan meski tidak ada vegetasi. Sehingga dapat naik ke genteng, kabel dan sebagainya.

“Apabila penyebabnya adalah kompetisi antarkelompok, satu kelompok yang kalah akan menghindari kawasan sebelumnya. Bisa jadi kawasan perkotaan itu dianggap kosong atau tidak dikuasai oleh kelompok lain,” ucap Ketua  Museum Zoologi SITH ITB.

BACA JUGA:

Ono Surono: Program Food Estate Partisipatif Sumedang Ada Kepentingan Politik

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau warga agar tidak mengganggu, menyudutkan atau memberi makan mereka.

Hal ini dilakukan agar hewan tersebut tidak mengalami perubahan perilaku yang mengancam manusia.

“Jika diberi makanan, kera bisa jadi tidak takut lagi kepada manusia. Bahkan sebaliknya meminta-minta makanan hingga pergeseran perilaku seperti ‘mencuri’. Misalnya, ketika ada warga yang membawa tentengan, mereka mengejar karena mengira itu makanan,” ungkapnya.

Selama tidak mengganggu dan membahayakan seperti menyakar atau menggigit, warga diimbau untuk membiarkan saja hewan tersebut.

“Meski mereka primata arboreal atau primata yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di atas pepohonan. Mereka pun bisa juga berpindah di atas tanah bahkan bisa juga berenang. Karena itu, jika diberi ruang seperti diberi makan, diganggu dan disudutkan, khawatirya akan mengubah perilakuknya sehingga lebih mengancam manusia,” jelasnya.

BACA JUGA

Partai Golkar Incar Kemenangan di Jabar, Airlangga: Mari Bung Rebut Kembali

Namun begitu, ketika hewan tersebut tidak menemukan kondisi ideal untuk tinggal di perkotaan, mereka akan kembali lagi ke tempat asalnya.

“Karena secara alami mereka tinggalnya di sana. Tidak di sini (permukiman warga),” pungkasnya.

(Yusuf Mugni/Anthika Asmara)

Berita Terbaru

spot_img