JAKARTA,FOKUSJabar.id: Bakal calon presiden (bacawapres), Anies Baswedan, mendapat sorotan media asing terkait gagasannya soal kebijakan luar negeri.
Media asal Singapura, Channel News Asia (CNA) meberitakan pernyataan Anies yang ingin mengadopsi kebijakan luar negeri yang ‘berbasis nilai’ jika terpilih menjadi RI 1.
Tak hanya itu, Anies juga menyatakan bahwa berdasarkan kebijakan luar negeri yang berbasis nilai, Indonesia akan mengkritik serangan Rusia ke Ukraina. Sikap ini berbeda dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak melakukan hal tersebut.
“Apa yang dimaksud dengan kebijakan luar negeri berbasis nilai? Misalnya, ketika suatu negara menyerbu negara lain, dan penyerangnya adalah teman Anda, haruskah Anda diam? Tidak! Anda harus memberi tahu mereka bahwa itu salah,” kata Anies, dikutip Sabtu (1/9/2023).
BACA JUGA: Sandiaga Uno Sebut PPP-PDIP Segera Gelar Pertemuan, Bahas Apa?
“Karena dalam nilai-nilai inti kami, kedaulatan wilayah adalah prinsip utama. Kita harus mengatakan dengan jelas: Anda dan saya berteman. Namun, kami tidak setuju dengan apa yang Anda lakukan karena tindakan Anda bertentangan dengan salah satu nilai inti kita,” lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Selain terkait diplomasi berbasis nilai, Anies juga juga menyinggung hubungan China-Amerika Serikat (AS).
Ia menilai, bagaimana persaingan tersebut telah menempatkan negara-negara di Asia Tenggara dalam risiko terjebak di tengah-tengah.
Ia menegaskan, Indonesia perlu terus menjalin kerja sama dengan China, AS, dan mitra lainnya seperti Uni Eropa, Australia, dan Singapura.
“Tentu saja China adalah negara yang besar dan akan terus berkembang, serta akan terus menjadi pemain besar di Asean. Kita harus menavigasi kenyataan itu dan memanfaatkannya sebaik mungkin,” tambahnya.
China saat ini merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Beberapa proyek sedang berjalan di Indonesia didukung oleh China seperti seperti kereta cepat yang menghubungkan Jakarta ke Bandung.
Media yang sama juga memuat sorotan dari beberapa analis soal pernyataan Anies. Analis dari Universitas Indonesia (UI), Aditya Perdana, mengatakan tidak mudah untuk membatalkan tindakan yang telah diambil oleh pemerintah saat ini karena Indonesia telah memiliki posisi tertentu mengenai perdagangan dan kebijakan luar negeri dengan China, AS, dan Eropa.
“Itu bisa dilakukan tapi tidak mudah. Perlu ada penyesuaian, dan ini melibatkan diplomasi dan perundingan yang tidak mudah, terutama dengan Rusia, AS, dan negara lain,” paparnya.
Pengamat lain, Adi Prayitno, dosen politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, juga dimuat. Disebut bagaimana langkah Anies yang menargetkan kebijakan luar negeri Presiden Jokowi tidak akan memberikan dampak positif langsung dalam meningkatkan popularitasnya, yang saat ini tertinggal dari dua calon lainnya, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
Pendekatan ini tidak akan berdampak pada elektabilitasnya karena kebijakan luar negeri adalah persoalan elite. Tidak semua orang memahaminya karena topiknya terlalu berat,” katanya.
Prayitno menambahkan, pemilih di Indonesia lebih tertarik dan peduli pada isu-isu penting seperti pengentasan kemiskinan, penanggulangan pengangguran, dan menjaga harga-harga barang tetap rendah.
Ia juga mencatat bahwa para pemilih di Indonesia lebih tertarik pada tokoh-tokoh yang selalu ada di lapangan, mau diajak berfoto, dan dianggap mudah didekati seperti Jokowi.
“Persoalan perang, termasuk perang antara Rusia dan Ukraina, serta ketegangan internasional termasuk di kawasan, bukanlah perhatian utama banyak orang,” ujarnya.
(Agung)