BANDUNG,FOKUSJabar.id: Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah menyatakan bahwa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA dan SMP sederajat tahun 2023 lebih baik.
Menurutnya hal tersebut karena proses PPDB kali diawasi ketat oleh anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
“Kalau perkembangan PPDB di Jawa Barat sebetulnya relatif sudah lebih baik. Memang ada beberapa laporan-laporan misalnya, ternyata masuk ke sekolah itu ada tarif dan sebagainya, masih kadang terdengar,” ujar Ledia.
Meski begitu, Ledia mengingatkan agar semua proses PPDB 2023 dijalani dengan baik. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah tertentu dengan cara tidak benar, dikhawatirkan ilmu yang didapat tidak berkah.
BACA JUGA: Disdik Jabar Pastikan PPDB 2023 Objektif Transparan dan Akuntabel
“Makanya harus lebih cermat kitanya, niat orang tua, guru, semua proses di pendidikan bukan cuman belajar mengajar, tapi semua harus dijalani dengan baik,” kata dia.
Selain itu, Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini juga menyoroti masih adanya anggapan masyarakat terkait sekolah favorit. Padahal sistem PPDB saat ini diterapkan untuk menghilangkan persepsi tersebut.
Menurut Ledia, proses menuju penyetaraan sekolah tidak semua berangkat dari titik dan pengembangan yang sama. Bahkan dengan kurikulum yang diterapkan pun sekolah harus adaptasi luar biasa.
“Sekolah-sekolah favorit itu sebenarnya ada beberapa hal. Kalau jadi favorit itu biasanya murid-muridnya emang udah pinter. Begitu belajar, guru mah gampang, anak-anak tinggal mengembangkan potensinya dan bagus hasilnya,” ujarnya.
Ledia menyebut, konsep sekolah favorit di Jabar khususnya, tidak bermula dari titik yang sama lalu berprestasi dan dianggap sekolah favorit. Oleh karena itu hadirnya PPDB sistem zonasi sebagai upaya menghilangkan itu.
BACA JUGA: Raker dengan Kemenpora, Ledia Hanifa Amaliah Soroti Minimnya Anggaran Kepemudaan
“PPDB dengan pendekatan zonasi sebenarnya memudahkan orang-orang di sekitar untuk mendapatkan sekolah. Problemnya adalah karena tidak semua kelurahan atau kecamatan di Bandung dan Cimahi punya sekolah. Terutama SMA, karena SMA di bawah pengelolaan provinsi,” kata dia.
Akibat tidak merata sekolah itu, penerapan PPDB berbasis zonasi pun tak mudah. Misalnya di Kota Bandung, sebagian masyarakat Bandung Kidul sekolah terdekatnya ada di Gedebage, Rancasari dan Buah Batu.
“Berarti kan udah keluar kecamatannya, jadi perhatian buat kita, karena tidak semua kecamatan punya SMA, itu padahal di Kota Bandung. Gimana kalau misalnya yang diluar Bandung,” ucap dia.
Dikatakan Ledia, apabila APBD Provinsi memadai, ada baiknya memberikan subsidi tambahan walaupun sekolah terdekatnya adalah swasta. Sebab selain memudahkan, sudah barang tentu mengurangi biaya perjalanan sang anak ke sekolah.
“Tapi memang lagi-lagi tergantung dari kemampuan pemerintah daerahnya,” ucap dia.
(Anthika Asmara)