BANDUNG,FOKUSJabar.id: Ketua DPD Golkar Jawa Barat, Ace Hasan Syadzily membela Gubernur Jabar, Ridwan Kamil (Emil) yang memilih mengenakan jas warna kuning ketika melakukan zoom dengan siswa SMPN 3 Kota Tasikmalaya.
Pemakaian jas kuning itu menjadi pemicu guru honorer, Muhammad Sabil Fadilah untuk mengkritik di akun Instagram pria nomor satu di Jabar itu.
“Dalam zoom ini, maneh teh keur jadi gubernur jabar ato kader partai ato pribadi @ridwankamil???? (“Dalam zoom ini, kamu lagi jadi gubernur atau kader partai atau pribadi)” tulis Sabil di kolom komentar.
BACA JUGA: Jokowi Sebut Pembangunan IKN Bisa Selesai 10 Hingga 15 Tahun
Kang Emil lalu merespons komentar Sabil. “@sabilfadhillah ceuk maneh kumaha (menurut kamu gimana)?” kata Kang Emil.
Komentar Sabil itu diberi tanda pin Emil. Sehingga banyak netizen yang mengirimkan pesan cacian melalui akun Instagram-nya tersebut.
Menurut Ace, jas yang dikenakan Ridwan Kamil meski berwarna kuning tetapi tidak ada lambang Golkar.
“Meski Kang Emil dikritik tersebut memakai baju kuning, bajunya kan gak ada gambar Golkarnya. Siapapun berhak untuk menggunakan baju kuning kan? Pada saat Beliau memberikan bantuan terhadap siswa di Tasikmalaya lalu mengenakan baju kuning tidak langsung diasosiasikan seakan-akan dalam kapasitas sebagai kader Golkar,” ungkap Ace di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat pada Kamis, (16/3/2023).
Lebih lanjut, Ace juga meminta agar yayasan batal memecat Sabil sebagai guru honorer.
“Sebaiknya, guru itu dibina dan dipulihkan kembali karena bisa jadi itu bagian dari kritik yang bersangkutan terhadap Kang Emil sebagai gubernur provinsi Jabar,” tutur dia, melansir IDN.
Sementara, Sabil mengaku sejak Kamis kemarin surat pemecatannya memang sudah ditarik oleh pihak yayasan. Sehingga, ia bisa kembali mengajar. Meski begitu, ia memilih akan mengundurkan diri dari sekolah.
“Jadi, bahasanya bukan diberhentikan tapi mengundurkan diri dengan alasan, saya sendiri cukup malu. Karena lembaga sekolah jadi ikut terbawa-bawa, kasihan lah. Apalagi kita kan (mengajar) di sekolah swasta,” ungkap Sabil.
Di sisi lain, Ridwan Kamil memberikan klarifikasinya bahwa ia tak pernah meminta sekolah tempat Sabil mengajar agar memecatnya. ia mengaku kaget mendengar kabar Sabil dipecat akibat telah mengkritiknya.
“Menyikapi hadirnya berita bahwa ada guru SMK diberhentikan oleh yayasannya karena mengkritik saya, yang membuat saya juga kaget,” ujar Emil dikutip pada 15 Maret 2023 lalu.
Ia berpendapat, Sabil merupakan seorang guru. Pihak yayasan menilai perilaku tersebut tidak tepat dan bisa ditiru oleh anak didiknya, sehingga keluar surat keputusan dari yayasan.
“Mungkin karena yang melakukannya posting kasar adalah seorang guru, yang postingan-nya mungkin dilihat/ditiru oleh murid-muridnya, maka pihak sekolah/yayasan untuk menjaga nama baik insitusi memberikan tindakan tegas sesuai peraturan sekolah yang bersangkutan,” tutur Emil.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru, Satriawan Salim, menilai sanksi pemecatan yang harus dialami oleh Sabil adalah sesuatu yang berlebihan. Sebab, sanksi itu langsung diambil secara sepihak.
“Kalau melihat konsideran dalam pemecatan Pak Sabil ini sangat lemah karena di poin pertimbangan hanya mengutip undang-undang dosen, kode etik guru dan tata tertib sekolah. Kalau melihat aturan di dalam kode etik, bila guru diduga melanggar maka harus diselesaikan dalam sidang kode etik majelis kehormatan profesi guru,” ungkap Satriawan pada media pada Kamis kemarin.
Sehingga, menurutnya tidak bisa sanksi pemecatan diambil oleh yayasan. Apalagi ia menduga sanksi pemecatan itu merupakan masukan dari kantor cabang dinas ke yayasan tempat Sabil bekerja.
“Justru harusnya Pak Sabil ini harus dibuktikan dulu secara etik di dalam sidang dewan kehormatan profesi guru. Kedua, sesuai dengan undang-undang, ada kategorisasi juga apakah tergolong pelanggaran berat atau ringan. Nah, kalau berat, bisa langsung pecat walaupun tetap ada fase-fasenya tadi,” tutur dia.
Apalagi, bila dugaan pelanggarannya masuk kategori yang ringan. Namun, harus ada pembuktian juga oleh ahli Bahasa Sunda. Karena bisa jadi kata ‘Maneh’ yang dianggap kurang sopan oleh Kang Emil di dalam Bahasa Sunda punya pemaknaan yang berbeda.
“Jangan-jangan berdasarkan pendapat ahli, kata ‘Maneh’ di Cirebon atau Bogor menunjukkan diksi yang akrab. Karena kita kan negara hukum sehingga sekolah tidak bisa begitu saja main pecat,” ujarnya lagi.
(Agung)