BANJAR,FOKUSJabar.id: Rumah Sakit Asih Husada, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat, belakangan ini terus menjadi sorotan. Hal ini seiring dengan dugaan pekerja fiktif yang menerima gaji buta.
Berikut beberapa potret buram Rumah Sakit Asih Husada yang notabene merupakan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik Pemerintah Kota (Pemkot) Banjar yang dirangkum FOKUSJabar.
1. Dugaan pekerja fiktif
Dalam dugaan tersebut terdapat dua orang tenaga kerja kontrak cleaning service (TKK CS) di RS Asih Husada dengan inisial BM dan AS yang diduga sebagai penerima gaji buta.
Dugaan pekerja fiktif itu muncul karena nama keduanya tercantum dalam buku saat TKK CS menerima gaji. Namun namanya tidak pernah ada di buku absensi.
2. Peraturan Regulasi Yang Tidak Ditempuh
Dugaan pekerja fiktif telah mengundang respon berbagai pihak, tidak terkecuali wakil rakyat di Kota Banjar. Anggota legislatif Kota Banjar pun langsung mendatangi tempat pelayanan yang diresmikan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil secara virtual itu.
Anggota komisi 1 DPRD Kota Banjar, Husin Munawar menanyakan terkait kapasitas dugaan TKK CS yang diduga penerima gaji buta tersebut. Termasuk terkait proses rekrutmen SDM.
“Apakah perekrutan pekerja melalui pihak ke tiga, dalam hal ini CV atau PT berbadan hukum atau tidak?,” kata Husin.
Dari pertanyaan tersebut, terungkap jika RS Asih Husada tidak menjalankan aturan sebagaimana mestinya dalam proses rekrutmen pegawai. “Perekrutan para pegawai CS dan security ternyata hanya MoU perorangan yang ditandatangani Direktur. Itu sudah jelas aturannya dilanggar,” kata Husin.
Menanggapi kejanggalan tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjar, Andi Bastian ogah merespon. Pimpinan intansi yang menaungi RSUD itu hanya hanya mengatakan jika saat ini sedang dilakukan konfirmasi dan konsultasi.
3. Pembangunan RS Asih Husada Dinilai Dipaksakan
Pada 4 Juni 2020, aktivis di Kota Banjar, Ir. Soedrajat sempat mendatangi rumah sakit yang diresmikan 23 Februari 2021 itu.
Saat itu Soedrajat menemui Direktur RS, dr. Wiwik dan menanyakan terkait keberlangsungan tempat pelayanan di Kecamatan Langensari ini. Dia juga mempertanyakan terkait alokasi dana sebesar Rp9,4 milyar yang teranggarkan pada dana penanggulangan Covid-19.
Ia menilai jika pembangunan rumah sakit milik Pemkot Banjar ini terkesan memaksakan dengan dalih yang sangat mendasar yakni pembangunan masuk kepada skala prioritas. “Namun dalam perjalanannya, izin operasi dan kelengkapan sarana prasarannya tidak serius,” kata Soedrajat saat itu.
Dia menilai, situasi pandemi Covid-19 menjadi jurus aji mumpung bagi Pemkot Banjar melengkapi berbagai fasilitas dan alkes untuk di RSUD tersebut. Dan dana sebesar Rp9,4 milyar, sebagian besar hanya dibelanjakan mesin cuci dan pengering, alat X-pray mobile, APD, alkes kecil-kecil standar kesehatan seperti stetoskop dan lainnya termasuk honor tenaga kontrak dan tenaga medis.
“Fungsi kegunaannya relatif kecil kepada pasien Covid-19,” Soedrajat menambahkan.
Mantan anggota DPRD Kota Banjar ini pun menilai jika Pemkot Banjar tidak matang dalam perencanaan pembangunan rumah sakit ini. “Pemkot Banjar sangat bersemangat membangun RS ini dengan biaya mencapai Rp60 milyar yang dialokasikan selama 3 tahun, tapi terkesan memaksakan,” kata dia.
BACA JUGA: Ini Hasil Rapat Jelang Laga Kandang Persib, Penonton Wajib Booster
4. Pembangunan Rumah Sakit Asih Husada Tanpa Uji Kelayakan
Pembangunan RS Asih Husada Kota Banjar pun pernah menjadi polemik. Saat itu praktisi Hukum Suhardjono menyoal terkait proses awal pembangunan yang tidak memiliki uji kelayakan.
Dia mengatakan, jika memang bangunan tidak memiliki dokumen tersebut maka bisa dikategorikan cacat secara hukum. Pasalnya, setiap pembangunan yang dikelola pemerintah harus memenuhi unsur-unsur utama salah satunya studi kelayakan.
“Sebagai masyarakat berhak mempertanyakan keberadaan hal itu. Bahkan bila dimungkinkan bisa saja menindaklanjutinya melalui jalur hukum,” kata Suhardjono.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Banjar periode 2004-2009 mengatakan, pihaknya tidak pernah secara resmi mengetahui terkait perihal dokumen beberapa proyek saat itu. Salah satunya, pembangunan Banjar Water Park.
“Untuk itu pun (Banjar Water Park), saya secara pribadi tidak pernah tahu ada atau tidaknya. Waktu itu, kami selaku DPRD hanya disuguhi wacana saja,” dia menegaskan.
“Bukti fisik dokumen tidak pernah diterima,” tambah dia.
Hal tersebut ditanggapi Sekertaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjar, yang masih dijabat Edi Rustandi. Dia menyebut jika studi kelayakan untuk RS Asih Husada telah ada dan melibatkan para pakar dari perguruan tinggi di Indonesia.
“Kalau tidak salah ingat, studi kelayakan dibuat salah seorang profesor dari Universitas Indonesia,” kata Edi saat itu.
Dia menambahkan, pemerintah memiliki dasar untuk membangun RS di Kecamatan Langensari tersebut. Diantaranya, pendekatan pelayanan kesehatan masyarakat khususnya di wilayah Banjar Timur.
“Dasar lainnya, pelayanan di Puskesmas saat itu terlalu padat. Sehingga dimungkinkan untuk membangun pelayanan dengan skala yang lebih besar dan baik,” dia menjelaskan.
5. Operasional RS Asih Husada Belum Terwujud
Ketua DPRD Kota Banjar Dadang Ramdhan Kalyubi pun sempat menyoroti operasional UPTD RSUD Asih Husada yang hingga saat ini belum terwujud. Padahal, alokasi anggarannya sudah cukup besar.
“Pada tahun anggaran 2021, Pemerintah Kota Banjar mengalokasikan anggaran sebesar Rp15 milyar untuk Program Pemenuhan Upaya Kesehatan Perorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat di UPTD RS Asih Husada,” kata Dadang saat rapat paripurna laporan keterangan pertanggung Jawaban (LKPJ) Wali Kota Banjar tahun 2021.
Pihaknya pun mendorong agar operasional UPTD RSUD Asih Husada segera terwujud dalam rangka optimalisasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
(Budiana Martin/Ageng)