spot_img
Jumat 19 April 2024
spot_img
More

    Ini Alasan Pernikahan Beda Agama Tidak Boleh Menurut Islam

    FOKUSJabar.id:  Ramai diperbincangkan pernihakan beda agama yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, berbagai kalangan angkat bicara dalam masalah ini karena di Indonesia pernikahan beda agama masih kontroversi.

    Terlebih dalam hukum Islam bahwa pernikahan beda agama tidak diperbolehkan karena ada dalil quran yang tidak memperbolehkan hal tersebut.  

    Dilansir suara.com semua ulama mayoritas sepakat bahwa sesungguhnya pernikahan antar agama ini sampai kapan pun tidak dapat dibenarkan, Berikut alasan tidak boleh pernikahan beda agama dilakukan. 

    1. Melanggar Hukum Agama

    Alquran dengan tegas melarang pernikahan seorang muslim / muslimah dengan orang musyrik / kafir. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 221.

    BACA JUGA: Pernihakan Beda Agama Dikabulkan PN Surabaya

    1. Melanggar Undang-Undang Perkawinan

    Perkawinan antar pemeluk agama tidak diatur dalam Undang-Undang Perkawinan. Dalam UU perkawinan No.1 Tahun 1974 tidak dikenal istilah perkawinan antar agama sebagaimana dalam pasal 2 ayat 1, yaitu “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya”.

    Undang-Undang Perkawinan hanya mengatur tentang perkawinan diluar Indonesia dan perkawinan campuran.

    Dalam hal ini, Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merupakan hasil Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 1991 yang ditandatangani Presiden pada tanggal 10 Juni 1991 dan tanggal 22 Juli 1991 diperkuat oleh KMA No.154 Tahun 199l tentang pelaksanan Inpres tersebut.

    Bahkan KMA tersebut lebih tegas lagi dengan mengkategorikan perkawinan antar pemeluk agama ke dalam bab larangan perkawinan yang termaktub dalam Pasal 40 (c), Pasal 44, Bab X Pencegahan Perkawinan Pasal 61 KHI. Pasal 40 (c) berbunyi:

    “Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita dalam keadaan tertentu: c. seorang wanita yang tidak beragama Islam.” Sedangkan Pasal 44 KHI berbunyi:”Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam”, dan Pasal 61 KHI : ” Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaf al-dien”.

    Jadi kalau Kompilasi Hukum Islam di Indonesia adalah merupakan hasil ijtihad atau inovasi hukum dalam menafsirkan ketentuan Alquran yang bersifat kolektif, ia merupakan hukum yang harus dipedomani bagi umat Islam Indonesia.

    Walhasil, perkawinan antar pemeluk agama tidak diperbolehkan secara hukum. Karena ia jelas-jelas suatu bentuk halangan perkawinan dan wajib dicegah pelaksanaannya.

    Berdasarkan penjelasan diatas perkawinan yang dilakukan di wilayah hukum Indonesia harus dilakukan dengan satu jalur agama. Artinya perkawinan beda agama tidak diperbolehkan untuk dilaksanakan dan jika tetap dipaksakan untuk melangsungkan pernikahan beda agama berarti pernikahan itu tidak sah dan melanggar undang-undang.

    Jadi, menurut hukum positif yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengenal perkawinan beda agama. Sehingga pernikahan beda agama belum bisa diresmikan di Indonesia.

    Pernikahan pasangan beragama Islam dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dan pernikahan pasangan beragama selain Islam dicatatkan di Kantor Catatan Sipil (KCS).

    Kantor catatan sipil yang bersedia menerima pernikahan beda agama pun nantinya akan mencatat perkawinan tersebut sebagai perkawinan non-Islam. Pasangan tetap dapat memilih menikah dengan ketentuan agama masing-masing.

    Caranya, mencari pemuka agama yang memiliki persepsi berbeda dan bersedia menikahkan pasangan sesuai ajaran agamanya, misalnya akad nikah ala Islam dan pemberkatan Kristen.

    Namun, cara ini juga tak mudah karena jarang pemuka agama dan kantor catatan sipil yang mau menikahkan pasangan beda keyakinan.

    Akhirnya, jalan terakhir yang sering dipakai pasangan beda agama di Indonesia untuk melegalkan pernikahannya adalah tunduk sementara pada salah satu hukum agama.

    Biasanya, masalah yang muncul adalah gesekan antar-keluarga ihwal keyakinan siapa yang dipakai untuk pengesahan.

    BACA JUGA: MUI Minta PN Surabaya Batalkan Pernikahan Beda Agama

    1. Tidak akan tercapai tujuan perkawinan

    Setiap perkawinan pasti bertujuan untuk mencapai kebahagiaan, kedamaian, keberkahan, mendapatkan ketenangan batin yang dalam Alquran disebut dengan istilah sakinah.

    Menurut Prof Quraisy Shihab, larangan perkawinan antar agama yang berbeda itu dilatar belakangi oleh harapan akan lahirnya sakinah dalam keluarga.

    Perkawinan baru akan langgeng dan tentram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antar suami istri, karena jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya, latar belakang sosial atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan pun tidak jarang mengakibatkan kegagalan dalam perkawinan.

    (Anthika Asmara)

    Berita Terbaru

    spot_img