Kamis 12 Desember 2024

Minim Fasilitas, Petani Karahabodas Jual Ceri Kopi

TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Menghasilkan kopi bermutu dan memiliki harga jual yang tinggi, tentu membutuhkan serangkaian proses mulai teknik budidaya, pengolahan setelah panen hingga proses pengolahan.

Jenis atau varietas kopi juga cukup berpengaruh terhadap harga jual. Termasuk bentuk kopi saat dilempar ke pasar atau pembeli, menjadi faktor berkontribusi besar terhadap nilai jual kopi.

Di Karahabodas Desa/Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, Jabar, para petani lebih banyak menjual kopi dalam bentuk ceri kopi (cherry Coffee). Buah hasil petik petani, langsung jual. Hai itu akibat minimnya fasilitas. 

BACA JUGA: Kopi Karahabodas Binaan Densus 88, Dibidik PDIP

Demikian dikatakan Kepala Desa Kadipaten, Cecep Agah Nagoya, sesuai menerima kunjungan Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Jabar, sekaligus Anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono dan Reses Perseorangan Anggota Komisi VII DPR RI, Donny Oekon serta Bupati Tasikmalaya Ade Sugianto, Jumat (10/6/2022).

“Para petani kopi di Karahabodas ini, paling banyak menjual hasil panendalam bentuk cherry atau buah kopi hasi petik langsug jual dengan harga Rp 7-10 ribu per kilogram,” kata Kepala Desa Kadipaten, Cecep Agah Nagoya.

Padahal terang dia, kopi yang sudah berbentuk green bean, harga jual kopi dari Karahabodas ini bisa mencapai Rp 90-150 ribu per kilogram. Apalagi dalam bentuk roastbean kopi dengan varietas sama bisa tembus hingga Rp 350 ribu per kilogram.

Menurutnya, kendala utama yang dihadapi para petani kopi baik binaan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Karaha Harum Lestari Desa Kadipaten adalah, keterbatasan fasilitas termasuk sumber daya manusia.

“Alat-alat pembudidayaan terbatas, kita juga belum memiliki alat roasting termasuk gudang untuk menyimpan hasil panen sebelum atau sesudah buah kopi terpisah dari kulit,” ujar Cecep.

Dia berharap ada perhatian pemerintah untuk mengembangkan budidaya kopi hingga menghasilkan kopi berkualitas dari Karaha.

Lebih lanjut Cecep menyebutkan, dari sekitar 50 hektare lebih lahan yang ditanami pohon kopi dan sudah produksi di kawasan hutan Karahabodas tepatnya di Kampung Ciserang Desa/Kecamatan Kadipaten, rata-rata setiap tahunnya menghasilkan 120 ton buah kopi per satu kali panen.

Dikatakan, potensi kopi di Kadipaten ini sangat besar. Dari 120 ton buah kopi hasi panen, baru bisa menghasilkan sekitar 20 ton green bean.

“Alhamdulilah kopi hasil panen para petani LMDH Karaha Harum Lestari ini, sudah sudah tembus ke berbagai pasar di Indonesia termasuk ke pasar internasional melalui eksportir seperti ke Timur Tengah, Kanada dan Singapur,” tutur dia.

Adapun jenis kopi yang dibudidayakan di Karahabodas sejak tahun 2015 ini, jelas dia, yaitu kopi arabica varietas Sigarutang, Ateng dan Linies.

LMDH Karaha Harum Lestari Minta Dukungan Fasilitas

Ketua LMDH Karaha Harum Lestari, Ujang Supratmana mengatakan, dari total 425 hektare areal hutan Desa Kadipaten yang dikelola LMDH, sekitar 70 hektare merupakan garapan warga setempat untuk budidaya kopi.

Sementara sisanya digarap oleh petani mantan narapidana teroris (napiter) yang difasilitasi langsug oleh Densus 88 Antiteror Polri.

“Di kawasan Karahabodas dengan ketinggian di atas permukaan laut sekitar 1.200 mdpl ini, yang paling ideal adalah tanaman kopi varietas Ateng (aceh Tengah) pucuk hijau dan pucuk coklat,” ujarnya.

Menurutnya, minimnya fasilitas pembudidayaan kopi menjadi faktor yang berpengaruh terhadap produksi kopi, sehingga berpengaruh juga terhadap penghasilan para petani kopi.

BACA JUGA: Libatkan Akademisi, Seleksi Perangkat Desa Sukaluyu Garut Lebih Objektif

“Di wilayah perhutani ini tidak bisa dicangkul, maka kami butuh banyak mesin pemotong rumput dan juga pupuk untuk tanaman kopi. Termasuk fasilitas dan peralatan lain yang mendukung, katanya.

Untuk penyediaan benih kopi tambah dia, sejauh ini tidak menemukan kesulitan, karena warga setempat melakukan swadaya. Sementara untuk para petani eks napiter sudah difasilitasi oleh Densus 88.

(Farhan)

Berita Terbaru

spot_img