JAKARTA,FOKUSJabar.id: DPR diminta menjalankan fungsi pengawasan kepada pemerintah. Hal itu menyusul polemik kenaikan harga minyak goreng (Migor) di dalam negeri yang membuat masyarakat resah.
Dalam beberapa bulan terakhir, harga Migor naik dan terus naik. Pemerintah pun telah mengambil beberapa kebijakan, meski belum memenuhi keadilan di masyarakat.
“Anggota DPR kita pilih untuk mengawasi, dan dalam beberapa tahun terakhir, ini kebijakan yang paling merugikan masyarakat luas, di sini DPR harus mengontrol betul,” kata Pengamat Ekonomi dari Indef Dzulfian Syafrian melalui rilisnya, Sabtu (23/4/2022).
Pihaknya menyambut baik inisiasi Ketua DPR RI Puan Maharani yang akan memanggil Kementrian Perdagangan pekan depan.Sebelumnya pemerintah pernah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang mengakibatkan kelangkaan minyak goreng di masyarakat. Kemudian pemerintah mengeluarkan BLT kepada masyarakat miskin.
“Yang sudah bagus kita mensubsidi orangnya, jangan barangnya,” kata Dzulfian.
BACA JUGA: Puan Maharani Sebar 1000 Paket Beras di Kota Banjar
Namun menurut dia, apapun kebijakan yang diambil pemerintah tidak akan efektif jika kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
Tantangannya, harga minyak di luar begitu tinggi, sehingga produsen lebih suka menjual keluar.
“Maka yang harus dilakukan memenuhi kebutuhan di dalam itu, tetapi bukan dengan cara dilarang ekspornya, malah itu bikin black market, smuggling, pasal gelap, nanti malah kita rugi dua kali,” kata dia.
Indonesia bersama Malaysia merupakan dua negara penyuplai CPO mayoritas di dunia.
Maka sangat disesalkan jika stok minyak di negeri sendiri terbatas. Maka orang dibalik kelangkaan ini mesti dikejar.
Meski keran ekspor dituutp, kata dia, belum tentu harga minyak goreng di dalam negeri akan turun. Berdasarkan pengamatan di minimarket sekitar Jakarta, harga Migor 2 liter mulai dari Rp48 ribu hingga Rp54 ribu.
Pemerintah pun mengumumkan untuk melarang ekspor CPO. Menanggapi hal itu Zulfian mengatakan bahwa kebijakan tersebut ‘tambal sulam’. Terlebih kata dia, kebijakan ini tidak menyentuh persoalan dasarnya yaitu memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
“Pelarangan ekspor itu keliru, malah bisa menimbulkan black market tadi, penyeludupan karena disparitas harga tadi,” kata dia.
Harga CPO di luar negeri memang sangat tinggi, makanya produsen lebih senang mengekspor ketimbang berjualan di dalam negeri.
Indonesia dan Malaysia merupakan pengekspor sawit dengan total 90 persen di pasaran.
Dia pun mengapresiasi kebijakan BLT minyak goreng bagi masyarakat miskin. Dan dia juga mendorong keterlibatan DPR untuk mengawasi pemerintah dalam polemik minyak goreng ini.
“DPR harus keras dalam hal ini, karena jelas-jelas sudah menyusahkan masyarakat,” kata dia.
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan akan memanggil Kementerian Perdagangan terkait minyak goreng.
(LIN)