Senin 6 Januari 2025

Kisah Pesantren Darut Taubah di Tengah Gelapnya Saritem

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Saritem, sebuah kawasan di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Andir Kota Bandung ini yang dikenal sebagai tempat prostitusi tertua yang telah berdiri sejak zaman kolonial Belanda.

Namun, satu keunikan Saritem yang tidak dapat ditemui di tempat lain adalah keberadaan pondok pesantren yang berdiri persis di gerbang area lokalisasi.

Di belakang pondok pesantren Darut Taubah, berdiri ratusan rumah akuarium yang menjadi kantor para wanita tuna susila bekerja. Maka tak aneh jika kendaraan para tamu terlihat berjejer di sekitar atau bahkan di dalam area pesantren yang berdiri sejak 1998 ini.

BACA JUGA: Uniknya Masjid Tua di Dusun Puhun , Desa Kadugede Kuningan

Keberadaan Pondok Pesantren Darut taubah sejatinya memang diprakarsai Pemerintah Kota Bandung bersama Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) untuk mengubah akhlak dan moral di kawasan Saritem yang sudah mengakar dan di cap sebagai kawasan hitam.

Kala itu, Ketua FKPP Kota Bandung KH Imam Sonhaji pada saat awal merintis pondok pesantren itu tentu tidak mulus, terutama di tahun-tahun awal berdiri.

“Di tahun-tahun awal, banyak sekali ‘gangguan’ yang kami rasakan, mulai dari ditemukannya binatang-binatang berbahaya seperti kalajengking, kelabang, dan lainnya hingga banyaknya santri yang sering kerasukan,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Darut Taubah Ustad Dudu Mardina saat ditemui di Pondok Pesantren Darut Taubah, di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Andir Kota Bandung Jabar.

Namun semakin berjalannya waktu, keberadaan pondok pesantren yang menerapkan sistem salafy ini mulai diterima oleh warga lokal, termasuk para pelaku bisnis gelap.

Ustad Dudu mengaku kerap diminta tolong untuk membantu persoalan para kupu-kupu malam, mulai dari mereka yang merasa diganggu, sepi pengunjung, hingga  mengobati efek samping dari susuk yang mereka pasang.

“Waktu itu ada tiga PSK dari kesini dan meminta doa supaya ramai pengunjung, saya juga sebenarnya dilema tapi saya coba kasih mereka amalan dan mereka benar melakukannya, karena tak lama mereka lapor kalau tamunya sudah lumayan banyak,” ucapnya.

Saritem
Proses pembelajaran santriwati di Ponpes Darut Taubah. (Foto: Yusuf Mugni)

Namun yang menarik dari sederet pekerja yang meminta bantuannya adalah timbulnya keinginan untuk bertobat tak lama setelah sesi konsultasi.

“Mayoritas dari mereka yang pernah datang kesini, memutuskan untuk bertaubat, berhenti dari dunia gelap dan kembali ke kampung halaman. Mereka merupakan pendatang dari Cianjur, Sumedang, Garut dan Indramayu,” kata dia.

Selain kerap dijadikan sebagai tempat meminta doa warga pesantren juga selalu dipercaya untuk memimpin acara-acara keagamaan yang digelar warga Saritem, mulai dari acara pernikahan, khitanan, hingga pemulasaraan.

“Ustad dan para santri sering dipanggil untuk pengajian di rumah warga, termasuk warga Saritem,” kata dia.

Lebih lanjut Ustadz Dudu mengungkapkan, banyak orang tua santri, yang kesehariannya bekerja sebagai wanita malam, memohon agar putra- putri mereka dibimbing di pesantren Darut Taubah baik sebagai santri yang menetap di asrama atau pun santri kalong (pulang pergi).

“Kebanyakan mereka bilang ke saya, cukup saya saja ustadz yang seperti ini (bekerja sebagai tuna susila), jangan anak saya, saya ingin mereka paham agama, tidak seperti saya,” jelasnya.

Ustadz Dudu menambahkan, setiap harinya, para santri, yang kebanyakan berusia tujuh hingga 15 tahun, diajak mempelajari kitab-kitab kuning, seperti Ta’lim Muta’alim, Jurumiyah, dan lainnya.

Selain itu, para santri juga disiapkan untuk dapat berperan di tengah masyarakat, khususnya untuk memimpin kegiatan-kegiatan keagamaan.

Saat ini, ada sekitar 330 santri yang menuntut ilmu di Daarut Tauhid, belum termasuk para santri kalong yang biasa datang selepas sekolah formal.

BACA JUGA: Lantik 130 Pejabat Fungsional, Yana Mulyana Minta Kepsek Terus Berinovasi

Pesantren yang telah berusia lebih dari dua dekade ini sengaja membebaskan para santrinya dari biaya apapun alias gratis, dengan harapan semakin banyak orang tua yang mempercayakan pesantren untuk terus mencetak generasi  muda yang Islami dan berakhlak mulia.

“Semua gratis, baik santri tetap maupun santri kalong. Kami hanya ingin mereka menjadi insan-insan yang berakhlak karimah dan dapat membawa perubahan positif bagi lingkungannya,”pungkasnya.

(Yusuf Mugni)

 

Berita Terbaru

spot_img