JAKARTA,FOKUSJabar.id: Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Agustina Erni mengatakan akta kelahiran merupakan wujud pemenuhan hak sipil anak yang wajib dipenuhi.
“Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia. Hal ini tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan, hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah,” kata dia Erni, Senin (28/3/2022).
Agustina menyebut, jika anak tidak tercatat dan tidak dihitung sebagai penduduk Indonesia, maka dia tak bisa akses semua program yang diberikan pemerintah.
BACA JUGA: DPR Ajukan Rp59 M hanya Untuk Ganti Gorden Rumah Dinas dan Aspal Parlemen
Pemerintah Indonesia, kata Ernia, berkomitmen untuk memenuhi seluruh hak dasar anak dengan meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
Dalam memenuhi hak anak, Indonesia mengacu pada lima klaster Konvensi Hak Anak, yaitu hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya dan perlindungan khusus.
“Kelima klaster ini yang perlu kita upayakan bersama,” kata dia.
Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Sipil, Informasi, Partisipasi Anak KemenPPPA, Endah Sri Rejeki mengatakan, capaian kepemilikan akta kelahiran sudah menunjukkan peningkatan, tapi masih ada sejumlah anak yang belum memilikinya.
Faktanya, dokumen kependudukan seperti akta kelahiran anak dinilai penting. Sebab, akta merupakan dasar untuk mendapatkan pelayanan.
“Jika pencatatan kelahiran tersebut tidak dilakukan bagi anak-anak terutama anak yang kurang beruntung, misalnya tidak memiliki orangtua, mereka sangat berisiko untuk dimanipulasi identitasnya oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Anak-anak tersebut rentan terjebak dalam kasus-kasus anak diperdagangkan, dipekerjakan, dikawinkan pada usia anak. Belum lagi risiko kesulitan untuk mendapatkan layanan publik,” katanya, seperti dilansir IDN.
Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negari, Sakaria menjelaskan, akta kelahiran adalah bukti otentik terkait identitas seseorang
Saat ini, kata dia, cakupan kepemilikan akta kelahiran anak sudah mendekati 97 persen dari seluruh jumlah anak yang ada di Indonesia.
Dia juga mengatakan, Anak yang tidak memiliki akta kelahiran akan sulit mengakses fasilitas publik.
“Akta kelahiran merupakan hal yang penting bagi semua orang, termasuk anak. Anak yang tidak memiliki akta kelahiran, secara hukum de jure dianggap tidak ada,” kata dia.
“Dampaknya sangat luas apabila anak tidak memiliki akta kelahiran, seperti sulit mengakses fasilitas publik, di antaranya berobat, masuk sekolah, mengajukan pembuatan paspor, dan lain sebagainya. Dokumen kependudukan, termasuk akta kelahiran bukanlah pelayanan dasar, tapi dasar untuk mendapatkan semua pelayanan,” tambahnya.
(Agung)