ISRAEL,FOKUSJabar.id: Organisasi hak asasi manusia Amnesty International mencatat, otoritas Israel dinilai telah menegakkan sistem penindasan dan dominasi terhadap Palestina.
Hal itu tertuang dalam data laporan Amnesty International tentang Israel sebanyak 280 halaman.
Investigasi Amnesty Internasional dilakukan secara menyeluruh untuk meneliti sistem aturan Israel. Menurut mereka, Israel menerapkan kebijakan apartheid dan itu kejahatan terhadap kemanusiaan.
BACA JUGA: Israel Disebut Persenjatai Lumba-Lumba untuk serang Hamas
Kali ini, Amnesty International melakukan penyelidikan terhadap Israel. Dalam laporannya, merujuk Al Jazeera, di antara investigasi tersebut telah ditemukan berbagai pelanggaran. Salah satunya adalah penyitaan tanah dan properti milik Palestina.
Selain itu, pelanggaran lain yang juga diungkap yaitu pembunuhan warga Palestina di luar hukum, pemindahan warga Palestina secara paksa, pembatasan gerakan warga, penahanan administratif dan penolakan kewarganegaraan bagi orang Palestina.
Melansir IDN Kamis (3/2/2022), dalam sebuah pernyataan, Amnesty International menilai sistem tersebut dipertahankan Israel dan memiliki bentuk sebagai apartheid, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dalam laman resmi Amnesty International, dijelaskan secara panjang lebar tentang berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina. Pelanggaran dilakukan selama beberapa dekade.
Warga Palestina, menurut Amnesty, terus menerima diskriminasi, perampasan, penindasan perbedaan pendapat, pembunuhan dan luka-luka.
Semua itu adalah bagian dari sistem yang dirancang untuk memberi hak istimewa kepada orang Israel dengan mengorbankan orang Palestina.
Dalam penyelidikan yang terbaru, Amnesty Internasional melihat bahwa Israel memberlakukan sistem penindasan dan dominasi terhadap warga Palestina di semua wilayah yang berada di bawah kendali Israel.
Langkah-langkah Israel itu disebut menguntungkan orang Israel dan itu sama dengan apartheid yang dilarang dalam hukum internasional.
Salah satu dari bentuk apartheid dari undang-undang Israel adalah pemisahan warga Palestina dari keluarga mereka.
Warga Palestina dari Tepi Barat dan Gaza tidak dapat memperoleh status hukum di Israel atau menempati Yerusalem Timur lewat pernikahan.
Kebijakan tersebut telah memaksa ribuan orang Palestina hidup terpisah dari orang yang mereka cintai. Lainnya bahkan dipaksa ke luar negeri, atau hidup dalam ketakutan akan ditangkap terus-menerus, diusir atau dideportasi.
Israel menolak laporan yang diterbitkan oleh Amnesty International. Laporan investigasi organisasi hak asasi manusia itu disebut bias. Bahkan Israel telah mengadopsi sikap bermusuhan, yakni menuduh organisasi tersebut anti-semitisme dan mendelegitimasi keberadaan Israel.
Perdana Menteri Naftali Bennett dan Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid menolak laporan tersebut.
Bahkan, Lapid bahkan menuduh Amnesty menyebarkan kebohongan seperti yang dimiliki oleh organisasi teroris.
Kementrian Luar Negeri Israel mengatakan “bahasa ekstremis dan distorsi konteks sejarah dirancang untuk menjelekkan Israel dan menuangkan bahan bakar ke api anti-semitisme.”
Apartheid, menurut Statuta Roma, adalah sebuah “rezim penindasan dan dominasi sistematis yang dilembagakan oleh satu kelompok ras atas kelompok ras lainnya.”
Sekjen Amensty Agnes Callamard menolak tuduhan dari Israel. Menurutnya, apa yang disangkal dan dituduhkan oleh Israel kepada mereka adalah “serangan tak berdasar” dan “kebohongan tanpa dasar.”
Callamard mengatakan Amnesty mengakui negara Israel dan mencela anti-semitisme. Tapi serangan balik dari Israel disebut “tidak lebih dari upaya putus asa untuk menghindari pengawasan dan mengalihkan perhatian dari temuan kami.”
(Agung)