spot_img
Kamis 25 April 2024
spot_img
More

    Guru Perkosa 12 Santriwati di Bandung, Kemenag Cabut Izin Ponpes

    BANDUNG,FOKUSJabar.id: Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bandung telah menjalankan sejumlah langkah strategis untuk menangani kasus asusila yang terjadi di salah satu pondok pesantren di Kota Bandung.

    Mulai dari permohonan pembekuan operasional lembaga sampai memastikan keberlansungan pendidikan para korban. Bahkan Kemenag RI telah mencabut izin Ponpes tersebut.

    Kepala Kemenag Kota Bandung Tedi Ahmad Junaedi mengatakan, sejak kasus ini terkuak Juni 2021 lalu, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kemenag Jawa Barat untuk meninjau ulang operasional lembaga pendidikan tempat HW, pelaku asusila mengajar.

    “Kalau lembaganya kita telah memastikan proses pencabutan izinnya. Karena yang berwenang mencabut izin yaitu Kemenag RI,” kata Tedi di Kota Bandung Jabar Kamis, (9/12/2021).

    BACA JUGA: Pemkot Bandung Tetap Larang Perayaan Tahun Baru 2022

    Menurut dia, Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) yang diselenggarakan oleh yayasan pondok pesantren tersebut hanya mendapatkan izin untuk di Antapani. Sedangkan pesantren yang berlokasi di Cibiru berdiri tanpa izin Kemenag.

    “Ketika lokasinya berbeda harus ada izin terpisah, yaitu izin cabang. Pelaku belum urus izin cabang di Cibiru, yang katanya boarding school. Sebelumnya kita tidak mengetahui pendirian cabang di Cibiru,” kata dia.

    Fokusjabar.id Bandung
    Pesantren Tahfidz di Antapani Kota Bandung Jabar di Police Line
    (Foto: Yusuf Mugni)

    Selain mengajukan pembekuan lembaga, Tedi juga langsung bergerak cepat menangani keberlanjutan proses pendidikan para santriwati yang terdata di lembaga tersebut. Tujuannya agar bisa segera memindahkan ke lembaga pendidikan lain.

    Tedi mengungkapkan, dari 12 korban asusila, pihaknya memilih seluruh santriwati yang ada di lembaga pendidikan tersebut untuk dipindahkan. Total sebanyak 35 orang santriwati yang terdaftar, semuanya difasilitasi.

    “Kita rapat dengan provinsi dan seluruh pokja PKPPS berkoordinasi siapa yang akan menampung 35 anak. Walaupun keputusannya tetap itu tergantung kepada anak. Sebagian besar anak mau ke sekolah formal,” kata dia.

    Saat rapat dengan DP3A Jawa Barat dan Polda Jabar, kata dia, Kemenag ikut melaksanakan pendampingan terhadap kasus tersebut secara proporsional.

    BACA JUGA: Deteksi Omicron, Bio Farma dan Nusatics Keluarkan mBioCoV-19

    “Kasus kriminalnya ditangani oleh Polda Jabar, psikologi anak oleh Dinas DP3A, dan Kemenag membina dan menangani kelembagaan serta kelanjutan pendidikan anak-anak tersebut,” jelasnya.

    Kemenag memfasilitasi seluruh proses administrasi hingga anak dipastikan mendapat tempat di sekolah yang baru. Baik itu kembali ke pondok pesantren atau pun memilih pindah ke sekolah formal.

    Saat ini, pihaknya tengah berkoordinasi bersama pihak kepolisian untuk bisa mengakses ke bangunan sekolah yang sudah disegel. Yakni untuk mengambil sejumlah kelengkapan administrasi peserta didik.

    “Dari aduan orangtua, masih ada 16 anak yang belum punya ijazah setara paket B dan C. Padahal telah lulus sejak 2019 dan 2020 tapi belum diberikan. Kita terus berkoordinasi dengan kepolisian karena bangunannya sudah diamankan,” kata dia.

    (Yusuf Mugni/LIN)

    Berita Terbaru

    spot_img