BANDUNG,FOKUSJabar.id: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menyelaraskan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Kepala Disparbud Jabar Dedi Taufik mengatakan, sesuai Keputusan Gubernur (Kepgub) Jabar Nomor: 443/Kep.10-Hukham/2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara Proporsional diberlakukan di 20 Kabupaten/Kota di Jabar dalam Rangka Penanganan Covid-19.
Ke-20 daerah yang akan memberlakukan PSBB proporsional atau PPKM yakni Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Lalu Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang.
Selain itu, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Garut, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Sukabumi.
Di luar daerah tersebut, pemberlakuan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) diberlakukan di Kota Cirebon, Kota Sukabumi, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Pangandaran.
“Berdasarkan data per 10 Januari 2021, terdapat enam daerah di Jabar yang berada di zona merah dan 15 daerah berkategori zona resiko sedang. Ada beberapa kesepakatan hasil rapat koordinasi dengan dinas pariwisata tingkat kabupaten kota,” kata Dedi, Selasa (12/1/2021).
BACA JUGA: Tim Satgas Covid-19 Kota Bandung Sidak Penerapan Prokes Di Mall
Beberapa isu strategis yang disepakati adalah penerapan PSBB/PPKM di zona merah dengan melakukan penutupan destinasi wisata seperti di daerah Kabupaten Garut, lalu menurunkan kapasitas sebesar 25 persen, meningkatkan patroli protokol kesehatan, dan pengawasan ketat di destinasi wisata seperti di daerah Bekasi, Karawang, Ciamis, Depok.
Sedangkan kabupaten kota yang berada di zona oranye, selain memperketat protokol kesehatan, mengurangi kapasitas 25 persen, juga meningkatkan screening wisatawan yang masuk dengan Rapid Test Antigen.
Selain itu, dalam rakor Disparbud Jabar itu pun dibahas pula terkait implementasi Kepgub Jabar No. 443/2021 tentang Protokol Kesehatan di Sektor ParBudEkraf yang mengatur tentang waktu operasional Tempat Wisata, Hotel Restoran, Mall, Sanggar, dan Kolam Pancing beserta kapasitas maksimalnya selama PSBB/PPKM.
Dalam rakor Disparbud pun beberapa hal yang mengemuka yaitu terkait pengaturan tentang event pernikahan non gedung, kolam pancing di kawasan rural, serta permintaan bantuan rapidtest untuk screening pengunjung di destinasi wisata.
“Hasil rapat disepakati jika kabupaten kota harus konsisten merujuk ke zona resiko dalam antisipasi lonjakan Covid-19. Lalu, meningkatkan kepatuhan untuk industri wisata dan pelaku wisata melalu screening rapid antigen,” kata Kepala Disparbud Jabar.
“Dibentuk posko prokes dan manajemen gugus di masing-masing tempat wisata, hotel dan resto, pengawasan dan edukasi pelaku dan pengunjung dan cek point antar wilayah dengan screening rapid antigen,” Dedi menambahkan.
Secara terpisah, Pemerintah Kota Bandung mulai menerapkan batasan kegiatan untuk sektor perkantoran, restoran dan lain-lain. Kebijakan ini sekaligus melengkapi upaya pengetesan bagi warga yang datang ke Kota Bandung.
Semua tertuang dalam peraturan Wali Kota berkaitan dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Proporsional. Dalam perwal itu disebutkan juga berkaitan kewajiban pendatang membawa hasil rapid tes antigen bila masuk ke Kota Bandung.
Dalam poin yang tertuang, disebutkan setiap orang yang berasal dari luar daerah yang termasuk zona merah dan zona hitam termasuk berasal dari luar negeri berkunjung ke daerah kota menggunakan berbagai moda transportasi diwajibkan membawa rapid tes antigen, dan wajib melakukan isolasi mandiri selama 10 hari. Ini berlaku bagi warga Kota Bandung yang melakukan perjalanan ke luar daerah.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mengatur oprasional perkantoran selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Proporsional. Jam kantor dibatasi hingga pukul 16.00 WIB. Lalu 75 persen pegawai kantor disarankan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH).
“Pimpinan tempat kerja/perkantoran mengutamakan pekerjaan bagi pegawai/karyawan melalui pengaturan bekerja dari rumah (work from home) sebanyak 75 persen dari jumlah pegawai dengan memberlakukan protokol kesehatan secara lebih ketat,” kata Dedi.
(Ageng)