BOGOR,FOKUSJabar.id: Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor akan menerapkan kewajiban rapid test Covid-19 untuk mengantisipasi kedatangan wisatawan yang hendak berlibur di kawasan Puncak Bogor.
Hal tersebut disampaikan Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan usai rapat pembatasan sosial berskala besar pra adaptasi kebiasaan baru (PSBB pra-AKB) di Ruang Setda, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (26/10/2020).
“Rencana (rapid test) dimulai Rabu (28/10/2020) untuk mengurangi kedatangan kunjungan wisata di tiga lokasi. Yakni Gadog, Taman Wisata Matahari, dan tempat masuknya Gunung Mas (Puncak Bogor),” kata Iwan seperti dilansir Kompas.com, Selasa (27/10/2020).
Rapid test tersebut, lanjut Iwan, akan dilakukan secara acak kepada wisatawan. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyebaran Covid-19 di tempat wisata saat libur panjang pada akhir Oktober 2020.
Untuk pelaksanaan rapid test Covid-19 sendiri, Pemkab Bogor akan bekerja sama dengan tim gabungan Satgas Covid-19 dari TNI/Polri, Satpol-PP, Dinas Kesehatan, dan pihak kecamatan.
BACA JUGA: Diskar PB Ingatkan Masyarakat Siapkan Tas Keselamatan di Rumah
“Kalau ada yang reaktif pasti disuruh puter balik, ini kesepakatan dari TNI Polri. Tujuan rapid test untuk memberi pesan kepada masyarakat agar masuk ke puncak harus clear, sehat, jangan membawa penyakit dari luar ke sini,” kata Iwan.
Peralatan untuk tes, lanjut Iwan, sudah disiapkan dinas kesehatan (Dinkes). Tak hanya membantu melaksanakan tes cepat Covid-19, personel yang terlibat akan mengawasi kedisiplinan penerapan protokol kesehatan.
Mulai dari penerapan di jalanan hingga di obyek wisata Puncak di tiga kecamatan yakni Ciawi, Cisarua, dan Megamendung.
Pengawasan pun mencakup pemeriksaan pembatasan jumlah pengunjung obyek wisata. Yakni maksimal 50 persen dari kapasitas tempat mengacu pada Keputusan Bupati Bogor Nomor 443/450/Kpts/Per-UU/2020.
Iwan mengatakan, pihaknya akan mengoptimalkan keterlibatan sejumlah personel untuk mengawasi. Termasuk melakukan pemeriksaan terhadap wisatawan yang kerap bersembunyi di tempat penginapan atau vila.
“Jadi tidak hanya di luar (jalan), tapi sampai ke dalam juga. Misalnya hotel atau villa milik pribadi itu pun tetap dilaksanakan pengawasan. Kami akan tetap ada operasi pengawasan, pembinaan, dan edukasi terkait 3M,” kata dia.
Jika wisatawan menolak, maka akan dikembalikan ke dasar hukum. Yakni keputusan bupati tentang pembatasan.
(Ageng)