TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman resmi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Tasikmalaya tahun anggaran 2018. Lantas bagaimana kronologi suap yang menjerat orang nomor satu di Kota Tasikmalaya tersebut?
Penangkapan Budi Budiman oleh komisi anti rasuah pada Jumat (23/10/2020) cukup mencengangkan publik, khususnya di Kota Tasikmalaya. Pasalnya, kasus dugaan suap ini sudah dianggap selesai saat Wali Kota Tasikmalaya ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2019 namun belum dilakukan penahanan.
Berdasarkan rilis yang diterima FOKUSJabar melalui Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, awal mula dari kasus suap DAK Kota Tasikmalaya tahun 2018 ini saat Budi Budimana sebagai Wali Kota Tasikmalaya diduga sering bertemu dengan salah seorang pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yaya Purnomo. Tujuannya, meminta kucuran DAK bernilai puluhan miliar rupiah untuk Kota Tasikmalaya diprioritaskan.
Budi Budiman pun diduga sudah melakukan suap kepada Yaya Purnomo sejak awal tahun 2017 saat melakukan pembahasan terkait alokasi DAK tahun 2018 untuk Kota Tasikmalaya. Dalam pertemuan tersebut, Yaya Purnomo menawarkan bantuan untuk pengurusan alokasi DAK dan Budi Budiman bersedia memberikan imbalan atau fee.
“Jadi dalam pertemuan tersebut, keduanya diduga melakukan kesepakatan. BBD siap memberikan fee ke Yaya Purnomo jika membantu proses pengurusan alokasi DAK tahun 2018,” kata Ali Fikri.
BACA JUGA: Kasus Suap DAK, Wali Kota Tasikmalaya Ditangkap KPK
Lalu pada Mei 2017, Budi Budiman pun mengajukan usulan DAK reguler tahun anggaran 2018 di berbagai bidang kepada pemerintah pusat. Yakni DAK bidang kesehatan dan Keluarga Berencana sebesar Rp32,8 milyar, dan DAK Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp53,7 milyar dengan rincian untuk Jalan sebesar Rp47,7 milyar serta Irigasi sebesar Rp5,94 milyar.
Sekitar bulan Agustus 2017, Budi Budiman kembali bertemu dengan Yaya Purnomo. Dalam pertemuan tersebut, Wali Kota Tasikmalaya dari PPP ini kembali meminta bantuan untuk peningkatan jumlah anggaran DAK tahun anggaran 2018 untuk Kota Tasikmalaya dan Yaya Purnomo pun berjanji serta menyanggupi memprioritaskan pencairan DAK ke Kota Tasikmalaya.
Setelah ada komitmen tersebut, Budi Budiman pun diduga memberikan sejumlah uang sebesar Rp200 juta kepada Yaya Purnomo.
Lalu sekitar bulan Desember 2017, Kemenkeu mempublikasikan alokasi DAK tahun anggaran 2018 dari pemerintah pusat bagi pemerintah daerah. Termasuk bagi Kota Tasikmalaya.
Budi Budiman pun kembali diduga memberikan sejumlah uang kepada Yaya Purnomo melalui seorang perantara sebesar Rp300 juta.
Setelah Yaya Purnomo mengurus dan mengawal proses, Kota Tasikmalaya pun memperoleh alokasi DAK tahun anggaran 2018 dengan total mencapai Rp97,7 milyar. Dengan rincian, DAK Dinas Kesehatan sekitar Rp29,9 milyar, DAK prioritas daerah sekitar Rp19,9 milyar, serta DAK Dinas PU Dan Penataan Ruang sebesar Rp47,7 miliar.
Selanjutnya di bulan April 2018, Budi Budiman kembali memberikan uang sebesar Rp200 juta kepada Yaya Purnomo yang diduga masih terkait dengan pengurusan DAK tahun anggaran 2018 bagi Kota Tasikmalaya.
BACA JUGA: Covid-19, Emil Dorong Kampanye Digital di Pilkada
Terkait kasus alokasi DAK, KPK pun mengingatkan seluruh penyelenggara negara yang terlibat dalam proses pengajuan dan penyaluran untuk menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang berlaku.
“KPK tidak henti-hentinya memperingatkan aparatur penyelenggara negara untuk menghindari praktek-praktek gratifikasi dan suap dan meminta para aparatur pengawas internal di instansi terkait, baik di pusat maupun di daerah, untuk lebih serius menjalankan tupoksinya guna menghindari terjadinya tindak pidana korupsi,” kata Ali Fikri.
(Seda/Ageng)