BANDUNG,FOKUSJabar.id: Kanal TV berbasis satelit Bandung 132 sebagai alternatif media pembelajaran jarak jauh (PJJ) banyak dikeluhkan. Seperti diketahui, Kanal tersebut menayangkan program Padaringan (Pembelajaran Dalam Jaringan) yang memuat ratusan konten video mata pelajaran dari tingkatan SD dan SMP. Dengan begitu, PJJ yang sebelumnya disiarkan TVRI Jawa Barat, kini bisa di akses Bandung 132
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Hikmat Ginanjar mengatakan, pihaknya hanya bertugas memfasilitasi dan menyediakan konten PJJ untuk siswa SD dan SMP.
Kaitannya dengan banyaknya persoalan terhadap tayang di TV Bandung 132, pihaknya meminta agar menanyakan langsung ke pihak yang bersangkutan, yakni PT Daulat Global Digital (DDG) selaku vendor pemilik kanal TV Satelit Bandung132 dan Bandung Economic Empowerment Center (BEEC).
“Kami hanya menyediakan konten pendidikan. Soal teknis penyelenggaraan siaran itu ada di BEEC,” kata kata Hikmat di Kantor Disdik Kota Bandung, Jalan Ahmad Yani Kota Bandung, Jabar Rabu (21/10/2020).
Disdik, kata dia, terus berupaya dan memberi pelayanan terbaik untuk masyarakat, salah satunya dengan menyediakan video PJJ, yang ditampilkan pun guru-guru kompeten.
“Jadi secara teknis kita hanya menyediakan konten atau materi,” kata dia.
BACA JUGA: Kanal TV Bandung 132 Dikritisi Legislator
Kendati begitu, kata dia, apapun inovasi yang dilakukan setiap warga negara harus didukung. Terlebih untuk kebaikan pendidikan di Indonesia, termasuk Bandung di masa pandemi.
“Banyak inovasi yang bisa dilakukan, dan apapun inovasinya harus kita respons (baik),” kata Hikmat.
Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Kota Bandung Nunung Nuraisyah mengaku belum mengetahui secara rinci program tersebut. Namun, jika program itu tidak lebih baik dari program serupa yang tayang di TVRI atau bahkan lebiih buruk, sebaiknya Disdik menghentikan dan melanjutkan dengan TVRI.
“Kalau kontennya lebih baik kami sangat mendukung, tapi ini permasalahannya, kontennya seperti apa kita juga belum tahu. Kesiapannya seperti apa, jangan terburu-buru,itu kurang baik. Kan ini juga melibatkan masyarakat jadi banyak pihak terlibat di dalamnya. Kasian RT nya juga terbebani juga,” kata Nunung.
Pembahan tentang PJJ di masa pandemi memang menjadi atensi Komisi D, sesuai dengan arahan Kemendikbud. Tetapi khusus metode pembelajaran dengan TV Digital Bandung 132, pihaknya mengaku belum ada pembahasan resmi dengan dewan.
“Secara resmi belum ada, apalagi membahas hal-hal teknis, kami belum dilibatkan. Makanya kita coba agendakan untuk memanggil pihak terkait dalam hal ini Disdik Kota Bandung,” kata Nunung.
Nunung meminta agar PJJ tidak dijadikan bisnis decoder terselubung.
Seperti diketahui, IBB (Integrated Broadband Broadcast) TV ‘Bandung132’ berbasis satelit tak berbayar dan rencananya Pemkot Bandung bekerjasama dengan PT DGG akan memasangnya di setiap RT.
Pihaknya pun mempertanyakan kebijakan Pemkot Bandung tentang pelaksanaan siaran TV Bandung 132. Dirinya tidak yakin soal sumber dana dalam pengadaan decoder untuk dipasangkan di ribuan titik di Kota Bandung. Apalagi jika pemasangan decoder tersebut berasal dari Coorporate Social Responsibility (CSR) bank bjb.
“Oke itu dari bjb, biaya pembelian decoder dan lain-lain sampai tayang perdana. Lalu sisanya dari mana?. Rp1,7 juta itu besar, jika dibelikan decoder untuk 65 ribu siswa miskin. Ini serius, niatnya bantu PJJ atau jualan decoder?” kata dia.
Nunung mengingatkan agar berhati-hati dalam analisa dan kajian penggunaan kebutuhan anggaran. Terlebih, kata dia, pendidikan menjadi sektor yang sangat diprioritaskan di masa pandemi ini. Tetapi bukan artinya tidak ada kajian dalam mengeksekusi program tersebut.
“Dalam kondisi Covid-19 ini ada refocusing dan realokasi (anggaran), kenapa tidak dipakai. Pendidikan itu layanan dasar, tanggung jawab pemerintah. Nah kalau misalkan kita tarik untuk decoder Rp1,7 juta per siswa, berapa yang harus dikeluarkan, dari refocusing juga sebetulnya bisa geser program lain,” kata dia.
Nunung membandingkan efisiensi anggaran PJJ jika kerja sama dengan TVRI dilanjutkan. Menurut dia, tidak diperlukan anggaran untuk pembelian decoder, sehingga tidak berpotensi pemborosan anggaran.
“Logikanya begini, kalau misalkan sekarang saja baru pemasangan decoder di dua titi, mau sampai kapan beresnya pemasangan tersebut. Sedangkan kita berpacu dengan waktu, dan anak-anak harus tetap belajar. Kalau misalkan target di 9870 titik, artinya untuk pasang decoder saja bisa setahun,” kata Nunung.
Untuk diketahui, sudah satu pekan penayangan Bandung 132 telah diujicoba di dua kecamatan, yakni Kecamatan Batununggal dan Kecamatan Arcamanik. Penayangan dilakukan dengan pemasangan decoder agar bisa menangkap siaran Bandung 132. Alat tersebut dipasang di setiap RT dengan jumlah siswa terbatas.
Sejak tayangan perdana, sejumlah netizen mengeluhkan dengan gambar yang selalu ‘loading’. TV ini juga menghadirkan materi pembelajaran Padaringan mulai pukul 07.30 – 09.30 WIB untuk siswa SD dan pukul 09.30 – 11.30 WIB untuk siswa SMP.
(Yusuf Mugni/Olin)