BANDUNG,FOKUSJabar.id: Pemerintah Kota Bandung resmi meluncurkan IBB (Integrated Broadband Broadcast) TV Bandung132 berbasis satelit tak berbayar dan tayang perdana Senin (12/10/2020) kemarin. Siaran TV ini disebut sebagai alternatif media Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) siswa sekolah di masa pandemi Covid-19 yang sebelumnya disiarkan TVRI Jawa Barat.
Pemerhati pendidikan Oktri Muhamad Firdaus mengatakan, inisiasi mengambil alih program serupa dari TVRI dengan harapan akan lebih baik harus diberikan apresiasi. Namun, Oktri menilai ada banyak hal yang seharusnya dilakukan Pemkot Bandung melalui Dinas Pendidikan (Disdik) sebelum menayangkan konten perdana di IBB TV Bandung132.
“Kalau bicara sisi regulasi, apakah Disdik sudah dilibatkan untuk menyiapkan kontennya? Lalu siapa saja yang bertanggung jawab? Karena Disdik untuk pendidikan SD dan SMP punya hak untuk review konten. Kalau inisiasi mengambil alih dari TVRI dengam asumsi ini jauh lebih baik dari sisi konten dan hal lain, oke kita harus apresiasi. Tapi subtansi dan konten sudah disahkan belum sama Disdik atau dari pihak UPI atau lembaga perguruan tinggi yang paham betul ke pendidikan seperti apa,” jelas Oktri saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (13/10/2020).
BACA JUGA: 18 Guru SMPN 1 Panawangan Dites PCR
Menurut dia, di masa pandemi Covid-19, idealnya harus dilakukan pemetaan dan klasterisasi terlebih dahulu. Dia mencontohkan, program yang dibuat tujuannya untuk peserta didik dengan skala ekonomi seperti apa, dan tidak langsung di generalisasi seluruhnya.
“Karena digeneralisir bahaya, misalkan dia punya back up perhatian orang tua dengan orang tuanya cuek serta dia tidak punya kemampuan memilah dan memilih subtansi dengan konten agak-agak bias. Makanya tetap dibikin dulu mapping sebelum di launching,” kata Oktri.
Pihaknya menilai, meski akses televisi digital Bandung132 ini tidak berbayar, akan tetapi bukan guru yang mendampingi mereka melainkan orang tua.
“Kalau di rumah kan kita cek di daerah padat penduduk dan notabenenya misalkan secara ekonomi kurang begitu menguntungkan, dengan temen-temen yang di komplek (perumahan) secara ekonomi lebih bagus kan beda. Karena yang jadi titik kuncinya adalah orang rumah bukan guru,” Oktri menjelaskan.
Dari aspek regulasi, dia menilai, kebijakan tersebut tidak terlalu banyak yang di langgar. Dengan asumsi, Disdik sudah benar-benar dilibatkan. Namun ada hal yang perlu kembali di pastikan, yakni ada atau tidaknya diskresi aturan. Termasuk sampai sejauh mana Disdik terlibat dalam program ini yang perlu diperjelas.
“Jadi tidak serta merta ada CSR, ada sebuah inisiatif dari masyarakat, lalu disahkan oleh Wali kota atau Wakil Wali Kota dan langsung jalan. Makanya saya tanyakan peran Disdik gimana? Disdik kan regulator dan kontroler dari daerah kalau misalkan tidak dilibatkan berarti keliru,” kata dia.
Lebih lanjut Oktri mengatakan, catatan lain yang juga tidak kalah penting yaitu metode pembelajaran di stasiun televisi digital Bandung132 ini. Apakah menggunakan konsep pembelajaran dua arah atau hanya satu arah. Sebab hal itu menjadi catatan evaluasi bagaimana siswa didik bisa memahami pelajaran yang disampaikan.
“Harus ada peran Disdik, membuat aturan baku misalkan setelah satu jam nonton berarti guru atau sekolah misalkan, gunakan Platform Google Classroom atau apapun dan siswa masuk ke platform itu. Jadi tidak mubadzir kuota internet dari pemerintah. Kalau ini dua arah, keren. Tapi kalau hanya satu arah, apa bedanya dengan yang di TVRI,” kata Oktri.
(Yusuf Mugni/Ageng)