BANDUNG,FOKUSJabar.id: KONI Jabar menerapkan tiga model pelatihan pada pelaksanaan latihan atlet dalam persiapan menuju PON XX tahun 2021 mendatang di Papua. Tiga model pelatihan tersebut diterapkan pasca pelonggaran PSSB pada Juli 2020.
Koordinator Satlak Jabar Juara KONI Jabar Yunyun Yudiana mengatakan, tiga model pelatihan tersebut yakni work from home (WFH), desentralisasi, dan sentralisasi.
“Model itu disesuaikan dengan beberapa hal. Mulai dari kondisi yang terjadi di setiap wilayah asal atlet, potensi setiap cabang, hingga penyesuaian dengan anggaran,” ujar Yunyun kepada wartawan di gedung KONI Jabar, Jalan Pajajaran Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (10/9/2020).
BACA JUGA: Emil: Jabar Kudu Juara Lahir Bathin PON XX dan PEPARNAS XVI Tahun 2021
Penerapan model latihan WFH diterapkan atlet yang berasal dari kota/kabupaten yang masuk dalam zona merah Covid-19. Atlet menjalankan latihan secara mandiri di rumah masing-masing dengan pemantauan melalui video oleh pelatih cabang olahraga masing-masing.
Sedangkan desentralisasi digelar di kota/kabupaten diluar zona merah, dimana atlet menjalani latihan secara bersama di satu lokasi namun tidak tinggal bersama di satu asrama/penginapan. Untuk sentralisasi, atlet berlatih di satu lokasi yang sama dan menginap atau tinggal di lokasi yang sama.
“Untuk pelayanan kepada atlet dan pelatih yang menjalani latihan dengan masing-masing model pelatihan pun akan berbeda-beda. Mulai dari hanya mendapatkan uang saku dan suplemen, hingga pemberian uang makan atlet,” ujar Yunyun.
Untuk uang saku bagi setiap atlet yang masuk dalam tim pelatda PON XX, KONI Jabar memberikan Rp1,250 juta ditambah suplemen sebesar Rp1 juta per bulan. Baik bagi atlet yang menjalani model latihan WFH, desentralisasi, maupun sentralisasi.
“Sedangkan untuk yang menjalani desentralisasi, kami tambah uang makan Rp50 ribu untuk setiap atlet dan pelatih per satu kali latihan. Lalu untuk yang menjalani sentralisasi, uang makan diberikan sebesar Rp100 ribu per atlet dan pelatih per satu kali latihan,” Yunyun menerangkan.
Pemberian uang makan tersebut, lanjut dia, disesuaikan dengan model latihan yang dijalani atlet. Selain itu, disesuaikan juga dengan kemampuan anggaran yang dimiliki KONI Jabar. Pasalnya, dana hibah sebesar Rp300 milyar lebih yang diberikan Pemprov Jabar pada tahun 2020 dikembalikan sekitar Rp200 milyar lebih untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabar.
“Awalnya kan dana hibah 2020 itu kita alokasikan hingga Oktober 2020, tapi dengan pengunduran PON XX ke tahun 2021 maka dana itu dikembalikan. Namun proses latihan atlet tidak bisa berhenti begitu saja sehingga kami harus melakukan rasionalisasi ulang anggaran. Bahkan untuk uang saku atlet dari Oktober hingga Desember 2020, kita sudah hitung, mengalami kekurangan sekitar Rp600 juta. Bicara prestasi olahraga di dunia manapun, sudah pasti tidak akan terlepas dari ongkos atau biaya,” kata Yunyun.
Yunyun mengatakan, Satlak Jabar Juara sudah menetapkan kriteria cabang olahraga yang menerapkan model latihan secara desentralisasi maupun sentralisasi. Untuk cabang olahraga yang menerapkan desentralisasi yakni yang mempertandingan sedikit nomor di PON XX tapi memiliki jumlah atlet yang banyak. Seperti sepakbola, bola basket, bola tangan, hoki, dan bola voli.
Sementara untuk cabang olahraga sentralisasi yakni yang memiliki peluang medali tinggi, nomor pertandingan yang banyak, serta dengan jumlah atlet yang relatif sedikit. Diantaranya pencak silat, gulat, renang, tinju, dan taekwondo.
“Untuk cabang olahraga yang melakukan sentralisasi saat ini yakni 25 cabang olahraga, sedangkan yang desentralisasi serta WFH itu sebanyak 28 cabang olahraga. Kita berharap di Januari 2020, proses latihan semua cabang olahraga sudah menerapkan sistem sentralisasi,” ujar Waki Ketua II KONI Jabar tersebut.
(Ageng)