JAKARTA, FOKUSJabar.id: Sekitar 800 karyawan Garuda Indonesia ‘dirumahkan’ oleh pihak perusahaan dan disebut sebagai salah satu langkah menyelamatkan perusahaan dari dampak Covid 19. Tak hanya merumahkan karyawan, maskapai penerbangan pelat merah ini pun melakukan sejumlah kebijakan menghadapi Covid-19.
Seperti dilansir tempo.co, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra menuturkan, berbagai kebijakan yang dilakukan yakni renegosiasi sewa pesawat, restrukturisasi network, hingga efisiensi biaya produksi. Juga dilakukan penyesuaian gaji di jajaran komisaris, direksi, hingga staf secara proporsional.
“Untuk jajaran direksi dan komisaris, tidak ada THR,” ujar Irfan.
BACA JUGA: Peluang Rupiah Menguat Akibat Pelonggaran Lockdown
Sebanyak 800 karyawan Garuda Indonesia yang ‘dirumahkan’ sementara tersebut merupakan karyawan dengan status kontrak alias Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Kebijakan tersebut diambil, diakui Irfan, sudah melalui pertimbangan matang dan untuk menjaga keberlangsungan perusahaan akibat dampak Covid-19.
“Kebijakan ini sudah melalui kesepakatan dan diskusi dua arah antara karyawan dan perusahaan. Sehingga terbit keputusan karyawan dirumahkan sementara selama tiga bulan ke depan terhitung sejak 14 Mei 2020,” terangnya.
Meski demikian, Irfan memastikan jika kebijakan tersebut akan terus dikaji dan dievaluasi secara berkala. Evaluasi akan menyesuaikan dengan kondisi perusahaan dan peningkatan operasional penerbangan.
Kabar soal ratusan pegawai yang dirumahkan sementara dibenarkan Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (IKAGI). Namun jumlah 800 lebih besar dari yang disampaikan IKAGI, yang hanya 400 orang terdiri dari pramugari dan pramugara PKWT.
“Kebijakan ini sifatnya sukarela, artinya mereka (karyawan) boleh menolak atas kebijakan ini. Ini aneh karena ada karyawan yang bersedia menandatangani surat pernyataan dan berita acara kesepakatan terkait kebijakan unpaid leave. Ada kemungkinan ancaman PHK jika surat tidak diteken,” ujar Ketua IKAGI, Zaenal Muttaqin.
Karyawan yang ‘dirumahkan’ sementara tersebut, lanjut Zaenal, tidak mendapatkan gaji dan uang terbang. Fasilitas yang masih diberikan yakni fasilitas kesehatan InHealth dan BPJS Kesehatan, serta konsesi terbang.
Terkait kebijakan yang diambil melalui kesepakatan dan diskusi dua arah antara karyawan dan perusahaan, Zaenal justru menampiknya, Kebijakan hanya disampaikan secara informal kepada IKAGI, bukan kesepakatan.
“Tidak ada surat resmi terkait kebijakan ini yang dilayangkan kepada kami IKAGI. Kami memang belum menerima laporan resmi dari anggota atas keberatan dan penolakan, namun kami akan tetap memperjuangkan hak anggota. Baik yang sudah menandatangani surat tersebut maupun tidak. Sepanjang mereka anggota dan melaporkan secara resmi kepada kami pengurus IKAGI,” tegasnya.
(ars)