Kamis 12 Desember 2024

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Harus Dibatalkan

JAKARTA, FOKUSJabar.id: Keputusan Presiden Jokowi naikkan iuran BPJS Kesehatan mendapat kritikan hingga desakan untuk membatalkannya. Jokowi menetapkan kenaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. 

Sejumlah pihak mendesak Jokowi mencabut keputusannya karena dianggap makin memberatkan beban rakyat di tengah pandemi COVID-19. Seperti yang diungkapkan anggota Komisi IX DPR Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay seperti dilansir kumparanNEWS.

Saleh menyebut, setidaknya ada 3 alasan mengapa banyak pihak yang meminta Jokowi mencabut aturan tersebut. Pertama, perpres tersebut tidak mengindahkan pendapat dan anjuran yang disampaikan DPR.

BACA JUGA: Insan Olahraga Jabar Kembali Tebar 2000 Paket Sembako 

Sebelumnya, DPR telah menyampaikan keberatannya terhadap rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan melalui rapat-rapat di komisi IX dan rapat-rapat gabungan komisi IX bersama pimpinan DPR.

“Waktu itu, kita merasakan belum tepat waktunya menaikkan iuran. Kemampuan ekonomi masyarakat dinilai rendah. Kan aneh sekali, justru pada saat pandemi COVID-19 ini pemerintah malah menaikkan iuran. Padahal, semua orang tahu bahwa masyarakat di mana-mana sedang kesusahan,” ujar Saleh, Jumat (15/5/2020).

Kedua, lanjutnya, pemerintah dinilai tidak patuh pada putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Dia mengatakan, bisa jadi publik berpendapat, dengan menerbitkan perpres baru yang juga berisi tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan, pemerintah dianggap menentang putusan peradilan.

Padahal, putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada Presiden.

“Kalau mau lebih spesifik, kita bisa merujuk pada pasal 31 UU tentang MA yang menyatakan, peraturan perundang-undangan yang dibatalkan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pasal ini mengamanatkan dua hal. Pertama, sesuatu yang dibatalkan berarti tidak dapat digunakan lagi. Kedua, kalau sudah dibatalkan tidak boleh dibuat lagi. Apalagi, substansinya sama yaitu kenaikkan iuran,” tegas politikus PAN ini.

Dengan adanya perpres ini, dinilai Saleh mengukuhkan kekuasaan eksekutif yang jauh melampaui legislatif dan yudikatif. Padahal, dalam negara demokrasi, eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki kedudukan yang sama tinggi.

Karena itu, keputusan-keputusan ketiga lembaga itu harus saling menguatkan. Bukan saling mengabaikan.

Alasan ketiga, dikeluarkannya Perpres 64/2020 diyakini akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Pasalnya, masyarakat banyak yang berharap agar pemerintah mengikuti putusan MA tapi justru malah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

“Perpres 75/2019 dibatalkan atas dasar keberatan dan judicial review yang dilakukan masyarakat. Jika nanti Perpres 64/2020 digugat lagi ke MA, lalu MA konsisten dengan putusan sebelumnya yang menolak kenaikan iuran, ini tentu akan menjadi preseden tidak baik. Tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dipastikan akan turun,” tegasnya.

(ars)

 

Berita Terbaru

spot_img