Kamis 12 Desember 2024

Komnas HAM: Sanksi Umat, PSBB Dikritisi HNW

JAKARTA, FOKUSJabar.id: Hidayat Nur Wahid (HNW) mengkritisi survei Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang dinilai tendensius hanya ditujukan terhadap umat Islam. Apalagi, survei menyertakan pemberian sanksi sosial dan denda kepada umat muslim yang tetap pergi ke masjid saat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Wakil Ketua MPR RI ini menolak adanya pemberian sanksi tersebut. Pasalnya, penyebaran COVID-19 tidak membedakan latar agama dan profesi.
“Apalagi survei menyertakan opsi sanksi sosial atau denda bagi umat Islam yang berjamaah di masjid pada bulan Ramadhan saat pemberlakuan PSBB,” ujar HNW di Jakarta, Selasa (12/5/2020).
HNW menilai, survei Komnas HAM tersebut sangat tendensius serta sarat akan pola Islamophobia dan ketidakadilan terhadap umat Islam di Indonesia. HNW mengingatkan fakta COVID-19 bermula bukan dari komunitas umat Islam melainkan dari Wuhan, China.
“Sebelum akhirnya sampai ke Indonesia, virus tersebut sudah menyebar di Eropa, AS dan negara-negara lain yang mayoritas penduduknya tidak beragama Islam,” terangnya.
Dalam konteks Indonesia, lanjutnya, penyebaran pertama COVID-19 tidak terkait dengan komunitas umat Islam maupun masjid. Melainkan orang Jepang yang berada di kafe.
HNW menambahkan, lalu penyebaran COVID-19 di Indonesia tidak hanya terjadi di masjid, tapi juga gereja, moda transportasi, pabrik, pasar, dan tempat keramaian lain.
“Komnas HAM harusnya menghormati HAM umat beragama Islam, berlaku adil, dan tidak berlaku tendensius, melanjutkan pola Islamophobia dengan hanya menyurvei umat Islam dan menanyakan sanksi bagi umat muslim yang tetap beribadah di masjid,” tegasnya.
Namun, lanjutnya, Komnas HAM tidak menanyakan sanksi bagi komunitas agama dan profesi lainnya kalau mereka tidak melaksanakan aturan terkait COVID-19. Agar adil saat membuat survei, Komnas HAM merujuk pada aturan PSBB dalam pasal 13 Permenkes 9/2020 bahwa pembatasan sosial bukan hanya di masjid, tapi harus dilakukan untuk setiap kegiatan keagamaan, kegiatan di fasilitas umum, kegiatan sosial budaya, dan aktivitas moda transportasi.
“Karena itu tidak adil dan tidak menjadi solusi jika Komnas HAM berlaku diskriminatif dan tendensius dengan hanya menanyakan sanksi untuk umat Islam yang masih beribadah di masjid dan tidak menanyakan umat beragama lainnya. Karena faktanya, kegiatan di tempat ibadah yang lain juga bisa menjadi klaster penyebaran COVID-19,” tuturnya.
HNW mencontohkan, salah satu klaster awal penyebaran COVID-19 di Jawa Barat justru datang dari kegiatan gereja. Yakni Persidangan Sinode Tahunan GPIB di Hotel Aston Bogor (28/2/2020) dan seminar keagamaan GBI di Lembang, Bandung (3/3/2020), juga terjadi di Seminari Gereja Bethel di Jakarta serta Gereja di Surabaya.
Selain itu, ada juga kegiatan non-keagamaan yang turut berkontribusi. Seperti Musyawarah Daerah HIPMI Jawa Barat di Karawang (9/3/2020), serta aktivitas pabrik rokok Sampoerna di Surabaya yang terdapat 65 orang karyawan positif COVID-19.
“Yang terbaru adalah penyebaran COVID-19 di KRL, sehingga diminta berhenti beroperasi oleh Gubernur DKI dan Gubernur Jawa Barat sekali pun ditolak Menteri Perhubungan,” ujarnya.
Politisi PKS itu mengatakan, kita ingin semua umat beragama, profesi dan semua pihak berdisiplin untuk melaksanakan protokol COVID-19 sehingga semuanya sehat dan selamat dari virus tersebut.
“Bila mereka melanggar aturan, maka tegakkanlah aturan itu secara adil, tidak secara tendensius, tebang-pilih dan diskriminatif,” katanya.
Karena itu, HNW meminta untuk berhenti berlaku tidak adil, membingkai atau ‘framing’ umat Islam dan masjid seolah-olah sebagai satu-satunya pihak yang tidak taat aturan sehingga layak diberikan sanksi karena dinilai hanya mereka yang merupakan klaster penyebar COVID-19.
Hal seperti itu, selain tidak sesuai fakta dan tidak memenuhi rasa keadilan, justru menghadirkan kegaduhan serta kegelisahan yang bisa menggerus imunitas umat sehingga rentan tertular COVID-19.
“Sikap tendensius itu juga bisa jadi bentuk mengalihkan kita dari klaster lain penyebar COVID-19, seperti kegiatan berkerumun lainnya yang juga terbukti menjadi pusat penyebaran COVID-19,” kata HNW.
Sebelumnya, berdasarkan survei daring yang dilakukan Komnas HAM menyebutkan, masyarakat ingin umat Islam yang masih beribadah di tempat beribadah selama Ramadhan diberi sanksi berupa kerja sosial dan denda. 
Dalam survei yang dilakukan pada 29 April-4 Mei 2020 serta melibatkan 669 responden yang tersebar di beberapa daerah, baik yang diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) maupun tidak, sebesar 70,8 persen responden menilai perlu ada sanksi berupa kerja sosial, denda maupun keduanya.
Berdasar survei tersebut, hampir seluruh responden atau 99,1 persen memiliki pengetahuan dan menyadari risiko yang dihadapi ketika melaksanakan kegiatan ibadah berjamaah di tempat ibadah, yakni terpapar COVID-19.
(ars/ant)

Berita Terbaru

spot_img