BANJAR, FOKUSJabar.id: Menunggu waktu magrib atau sering dikenal dengan istilah “ngabuburit” kerap dilakukan masyarakat Kota Banjar, Jawa Barat, di saat Bulan Suci Ramadhan. Namun ramadan kali ini Pemerintahan Kota (Pemkot) Banjar membatasi aktivitas masyarakat untuk tidak ngabuburit karena pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tingkat provinsi.
Pemberlakuan PSBB dimulai dari Rabu (6/5/2020) lalu, ketika awalan Bulan Ramadhan 1441 H. PSBB di Kota Banjar dilakukan dalam rangka penanganan cepat pemutus mata rantai Covid-19, yang belakangan ini sudah meresahkan dan merugikan masyarakat.
Meski demikian, pemberlakuan kebijakan itu nyatanya tak mencegah masyarakat Kota Banjar, untuk kerap mengisi waktu “ngabuburit” saat ini, bahkan masyarakat tidak menghiraukan kebijakan yang dikeluarkan Pemkot Banjar.
Dari pantauan wartawan, sejumlah pusat jajanan yang biasanya disambangi warga menjelang waktu berbuka puasa tampak tetap ramai seperti Ramadan tahun-tahun sebelumnya. Salah satunya di Jalan Gudang, Kelurahan Mekarsari, Kota Banjar.
BACA JUGA: Hari Ke-5 PSBB, Kota Banjar Perketat Pemeriksaan Kendaraan Yang Masuk
Jalanan pun ramai oleh lalu-lalang warga mengendarai sepeda motor dan mobil untuk mencari jajanan berbuka puasa, banyaknya pilihan makanan maupun minuman yang dijajakan membuat lokasi itu menjadi favorit warga, terutama para remaja untuk berburu takjil. Tidak hanya kolak, takjil yang kekinian pun mudah untuk dicari di tempat tersebut.
Sementara, pantauan di Jalan Rd.Hamara Effendi, Pedagang kaki lima tetap banyak yang menjajakan dagangannya. Dengan demikian dengan warga yang berdatangan ke kawasan itu bersama keluarga atau teman. Sebagian besar dari mereka berboncengan sepeda motor tanpa mengenakan masker.
Di kawasan pusat ekonomi dan bisnis seperti di Jalan Letjen Suwarto, aktivitas pertokoan berjalan seperti biasa. Deretan toko yang menjual barang-barang selain kebutuhan pokok tetap buka dan ramai oleh warga.
Presiden Mahasiswa (Presma) STISIP Bina Putra, Kresty Amelania Putri mengatakan, aturan PSBB tidak dipatuhi warga karena tidak adanya pengawasan dan pemberian sanksi yang tegas.
“Misalnya pengendara yang berboncengan tidak satu alamat harusnya bisa di tegur dan diberi sanksi tilang atau disanksi sosial,” katanya.
Menurut Kresty, Pemerintah Kota Banjar seharusnya rutin menggelar patroli bahkan tidak dipusat Kota saja tapi hingga ke kawasan perkampungan untuk mensosialiasikan dan menertibkan warga yang melanggar aturan PSBB.
“Tidak hanya di pusat kota, di perkampungan-perkampungan masih banyak warga yang berkerumun,” kata dia.
(Budiana/As)