BANDUNG, FOKUSJabar.id: PT Dirgantara Indonesia (PTDI) sukses memproduksi pesawat tanpa awak yang diberi nama Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) jenis Medium Altitude Long Endurance (MALE). PUNA mampu terbang terus menerus selama 24 jam dan di tahun 2020, PTDI rencananya akan kembali memproduksi prototype dua PUNA Male.
Direktur PTDI Elfien Goentoro mengatakan, pesawat tanpa awak menjadi wahana yang diperlukan untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pesawat tanpa awak milik PTDI ini mampu mencapai ketinggian 3.000 hingga 6.000 meter di atas permukaan laut dengan daya jelajah mencapai 30 jam tanpa henti.
“Pesawat tanpa awak ini akan mulai diterbangkan pada tahun depan. Ini baru protype pertama, akan ada protoype lanjutan,” kata Elfien di kawasan PTDI, Jalan Pajajaran Kota Bandung, Senin (30/12/2019).
Baca Juga: DMI Kabupaten Ciamis Tolak Aturan Ganjil Genap Salat Jumat
Kebutuhan pengawasan dari sisi udara yang efisien, diakui Elfien, terus bertambah seiring dengan meningkatnya ancaman daerah perbatasan. Baik ancaman terorisme, penyelundupan, pembajakan, maupun pencurian sumber daya alam seperti illegal logging dan illegal fishing.
Inisiasi pengembangan PUNA MALE telah dimulai Balitbang Kemhan sejak tahun 2015 dengan melibatkan TNI, Ditjen Pothan Kemhan, BPPT, ITB, dan PT Dirgantara Indonesia (Persero). Nantinya, pesawat ini akan dioperasikan TNI AU.
Elfien menambahkan, proses perancangan dimulai dengan kegiatan preliminary design, basic design dengan pembuatan dua kali model terowongan angin dan hasil uji di tahun 2016 dan tahun 2018 di BPPT, serta pembuatan engineering document and drawing tahun 2017 dengan anggaran dari Balitbang Kemhan dan BPPT.
Pada tahun 2017, terbentuk perjanjian bersama berupa Konsorsium Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA MALE) dengan anggota yang terdiri dari Kementerian Pertahanan RI yaitu Ditjen Pothan dan Balitbang, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), TNI AU (Dislitbangau), Institut Teknologi Bandung/ITB (FTMD), BUMN yaitu PT Dirgantara Indonesia (Persero) dan PT Len Industri (Persero).
Di tahun 2019, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) masuk sebagai anggota konsorsium tersebut. Tahun 2019 pun dimulai tahap manufacturing yang diawali proses design structure, perhitungan finite element method, pembuatan gambar 3D, dan detail drawing 2D yang dikerjakan engineer BPPT dan disupervisi PT Dirgantara Indonesia (Persero).
Baca Juga: Diduga Mencuri Emas, WNA Amerika Diciduk di Bali
Tahapan selanjutnya yakni proses pembuatan tooling, molding, cetakan dan selanjutnya fabrikasi dengan proses pre-preg dengan autoclave. Di tahun ini pun dilakukan pengadaan Flight Control System (FCS) yang diproduksi di Spanyol dan diproyeksikan diintegrasikan pada prototype pertama PUNA MALE yang telah di manufaktur PT Dirgantara Indonesia pada awal tahun 2020. Proses integrasi pun dilaksanakan engineer BPPT dan PT Dirgantara Indonesia yang telah mendapatkan pelatihan untuk mengintegrasikan dan mengoperasikan sistem kendali tersebut.
Dua unit prototype yang akan di produksi tahun 2020 mendatang, masing-masing untuk tujuan uji terbang dan uji kekuatan struktur di BPPT. Di tahun yang sama, proses
sertifikasi produk militer akan dimulai dan diharapkan pada akhir tahun 2021 sudah mendapatkan sertifikat tipe dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan RI (IMAA).
Kegiatan mengintegrasikan sistem senjata pada prototype PUNA MALE dilakukan mulai tahun 2020 dan diproyeksikan sudah mendapatkan sertifikasi tipe produk militer pada tahun 2023.
Dengan kemandirian ini, PUNA MALE buatan Indonesia diharapkan dapat mengisi kebutuhan squadron TNI AU untuk mengawasi wilayah NKRI melalui wahana udara. Selain itu, kegiatan dapat menumbuhkembangkan industri dalam negeri yang sesuai dengan mandat Undang-Undang No.16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Bertepatan dengan acara roll out PUNA MALE, Kepala BPPT, Hammam Riza dan Direktur Utama PTDI, Elfien Goentoro juga menandatangani Nota Kesepahaman tentang Pemanfaatan Sumber Daya, serta Sarana dan Prasarana.
Ruang lingkup Nota Kesepahaman meliputi penyiapan pesawat terbang produksi PTDI guna memenuhi kebutuhan BPPT, pengembangan Sumber Daya Manusia, pemanfaatan sarana dan prasarana dan potensi penyediaan dukungan pemeliharaan pesawat terbang, termasuk pengoperasian.
“Semoga seluruh tahapan pekerjaan dalam proses pengembangan PUNA MALE ini dapat berjalan dengan lancar sebagaimana yang direncanakan dan kemudian dapat dioptimalkan fungsinya untuk kebutuhan Surveillance dan Target Acquisition yang dapat dipersenjatai dengan Maximum Endurance 30 jam dalam perhitungan Maximum Cruising Speed 235 km/jam,” papar Elfien.
Baca Juga: Kristen Stewart Bakal Perankan Puteri Diana di Film Baru
BPPT pun menyampaikan kebutuhannya terhadap pesawat dengan konfigurasi Hujan Buatan (Rain Making) yang dituangkan dalam Letter of Intent (LoI). Sebelumnya, BPPT telah mengoperasikan pesawat terbang dalam rangka melaksanakan misi hujan buatan yaitu NC212 buatan PTDI sejak tahun 1993.
“Pesawat dengan konfigurasi Hujan Buatan (Rain Making) untuk BPPT ini dapat dikerahkan untuk menangani Kebakaran Hutan dan Lahan serta mengantisipasi kemarau panjang dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) melalui cara menaburkan garam (NaCl) pada awan-awan potensial,” tegasnya.
Penandatanganan LoI ini yang ditandatangani BPPT dengan PTDI, akan dituangkan ke dalam Kontrak Jual Beli yang akan ditandatangani dalam waktu dekat.
(Yusuf Mugni/ars)