spot_img
Rabu 17 Desember 2025
spot_img

Tim Hukum Wakil Wali Kota Bandung Uji Penetapan Tersangka Lewat Praperadilan

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Tim kuasa hukum Wakil Wali Kota Bandung resmi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung atas penetapan status tersangka terhadap kliennya. Langkah hukum tersebut ditempuh karena dinilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses penyidikan.

Permohonan praperadilan diajukan pada 15 Desember 2025 dan telah teregistrasi dengan Nomor Perkara 31/Pid.Prap/2025/PN.Bdg tertanggal 16 Desember 2025.

Kuasa hukum Wakil Wali Kota Bandung, Bobby H. Siregar, mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu penetapan jadwal sidang dari pengadilan.

“Sekarang kami masih menunggu jadwal persidangan praperadilan yang akan ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Bandung,” ujar Bobby saat ditemui di Kantor Hukum Bram & Co, Kota Bandung, Rabu (17/12/2025).

Baca Juga: Jelang Puncak Musim Hujan, BPBD Kota Bandung Ajak Warga Selalu Siaga

Soroti Prosedur Penyidikan

Bobby menjelaskan, sesuai ketentuan hukum acara pidana, praperadilan memiliki batas waktu yang ketat. Persidangan praperadilan wajib diputus paling lama tujuh hari sejak sidang pertama digelar.

Terkait substansi permohonan, Bobby menegaskan pihaknya tidak masuk ke pokok perkara, melainkan menyoroti prosedur penyidikan yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip hukum acara.

“Praperadilan ini bukan membahas materi perkara, tetapi menguji apakah prosedur penyidikan sudah dijalankan secara sah dan sesuai hukum,” jelasnya.

Salah satu fokus utama dalam permohonan tersebut adalah penetapan status tersangka terhadap kliennya. Tim kuasa hukum mempertanyakan apakah penetapan tersebut telah didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

“Yang kami uji adalah apakah penetapan tersangka itu sudah memenuhi syarat minimal dua alat bukti yang sah atau belum. Itu esensi praperadilan,” tegas Bobby.

Dinilai Terlalu Dipaksakan

Saat disinggung soal keberadaan barang bukti, Bobby menyebut hal tersebut merupakan kewenangan dan ranah aparat penegak hukum. Namun, berdasarkan kajian tim kuasa hukum, proses penyidikan terhadap kliennya dinilai terlalu dipaksakan.

“Secara jujur kami tidak mengetahui sejauh mana dua alat bukti itu terpenuhi. Tetapi dari analisa hukum kami, proses ini terkesan dipaksakan,” ungkapnya.

Bobby juga menyinggung pasal yang disangkakan kepada kliennya, yakni Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait dugaan pemerasan. Menurutnya, unsur utama dalam pasal tersebut adalah adanya penyalahgunaan kekuasaan.

“Pertanyaannya sederhana, apakah pemegang kewenangan atau kekuasaan di level utama sudah diperiksa atau belum? Karena inti Pasal 12 itu adalah unsur kekuasaan,” katanya.

Ia menilai, tanpa pembuktian unsur tersebut, pemenuhan minimal dua alat bukti akan sulit dilakukan.

Menanggapi isu yang berkembang di masyarakat terkait dugaan kliennya dijadikan kambing hitam, Bobby menegaskan pihaknya memilih fokus pada jalur hukum.

“Soal isu dikambinghitamkan, itu bukan ranah kami. Kami tetap berdiri pada fakta dan proses hukum yang bisa diuji secara objektif,” pungkasnya.

(Yusuf Mugni)

spot_img

Berita Terbaru