TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Menjelang penetapan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Tasikmalaya tahun 2026 pada akhir November ini, DPRD bersama eksekutif tengah membahas Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA–PPAS) melalui komisi-komisi.
Di tengah pembahasan tersebut, dua fraksi DPRD yakni PDI Perjuangan dan PKB masih tegas menolak rencana pinjaman daerah sebesar Rp230,25 miliar yang digulirkan oleh Bupati Tasikmalaya, Cecep Nurul Yakin.
Meski skema pinjaman itu sudah tercantum dalam dokumen RPJMD 2025–2029 yang disahkan akhir Oktober lalu, kedua fraksi tersebut menilai rencana itu belum memiliki kajian mendalam dan berpotensi menimbulkan beban fiskal berat bagi daerah.
PDIP: Bukan Menolak Pembangunan, Tapi Menjaga Akuntabilitas
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Nanang Romli menegaskan, penolakan fraksinya bukanlah bentuk anti pembangunan, melainkan wujud kehati-hatian terhadap rencana utang daerah yang belum disertai dokumen teknis lengkap.
“Terkait pinjaman itu, kami belum mendapatkan Feasibility Study (FS), Debt Service Coverage Ratio (DSCR), serta perhitungan kontribusi terhadap pendapatan daerah dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, sebagaimana amanat PP nomor 1 tahun 2024,” ujar Nanang, Rabu (5/11/2025).
Menurutnya, pinjaman sebesar itu semestinya terlebih dahulu mendapat pertimbangan tiga kementerian yakni Bappenas, Kemendagri, dan Kemenkeu karena menyangkut kemampuan fiskal dan risiko keuangan daerah. Hal ini juga sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 22/KM.7/2024.
“Ini bukan soal menolak pembangunan. Kami hanya ingin memastikan prinsip kehati-hatian dijalankan agar rencana yang baik tidak justru membebani APBD dan masyarakat,” tambahnya.
Nanang menjelaskan, dengan nilai pinjaman Rp230 miliar dengan bunga berkisar 6–6,5 persen, dana tersebut hanya mampu membiayai sekitar 44 kilometer jalan. Padahal, panjang jalan rusak di Kabupaten Tasikmalaya masih sekitar 500 kilometer.
“Kalau tanpa pinjaman, dari opsen pajak kendaraan saja bisa terkumpul Rp350 miliar dalam lima tahun, cukup membangun 100 kilometer jalan. Jadi lebih baik bersabar dan menata anggaran dengan bijak,” tegas Nanang.
PKB: Risiko Fiskal Terlalu Tinggi
Penolakan serupa juga disampaikan Fraksi PKB. Ketua DPC PKB sekaligus Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Ami Fahmi, menilai rencana pinjaman justru akan memperbesar beban fiskal daerah di tengah ketidakpastian pendapatan.
Ia memaparkan, kewajiban pengembalian pokok pinjaman akan berkisar Rp28–57 miliar per tahun selama lima tahun (2026–2030). Ditambah bunga serta kemungkinan dana cadangan Pilkada sekitar Rp27–30 miliar, total beban bisa mencapai Rp70–80 miliar per tahun.
“Itu berarti belanja wajib sudah jelas, sementara pendapatan kita belum jelas. PAD kita saja baru sekitar Rp90 miliar per tahun,” kata Ami.
Menurutnya, skema pembayaran yang akan bersumber dari opsen pajak kendaraan dan PAD lainnya sebagaimana diutarakan Bupati Tasikmalaya, dinilai tidak realistis.
“Kalau PAD hanya Rp90 miliar, bagaimana menutup utang sebesar itu?” ujar Ami.
Ia juga mengingatkan potensi tekanan fiskal akibat pemangkasan dana transfer pusat hingga Rp312 miliar pada 2026, serta kemungkinan munculnya instruksi pemerintah pusat untuk menganggarkan honor PPPK paruh waktu.
“Kalau itu terjadi, bisa keluar Rp50 miliar hingga Rp135 miliar hanya untuk gaji PPPK. Jadi kami tetap menolak pinjaman daerah ini untuk antisipasi risiko keuangan ke depan,” tegas Ami.
PPP–PKS Dukung: Pinjaman Adalah Langkah Realistis
Berbeda dengan dua fraksi tersebut, Fraksi PPP–PKS justru mendukung penuh langkah Bupati Cecep.
Ketua Fraksi Hidayat Muslim menyebut pinjaman daerah sebagai inovasi fiskal yang realistis untuk menjawab kebutuhan infrastruktur.
“Pinjaman daerah jangan dianggap tabu. Ini investasi, bukan utang konsumtif. Kalau jalan membaik, ekonomi akan tumbuh dan PAD meningkat,” ujar Hidayat Muslim.
Ketua DPD PKS Tasikmalaya, Asep Budiaman, menambahkan, tanpa pinjaman ruang fiskal pembangunan akan sangat terbatas.
“Proyeksi pelunasan lima tahun masih sangat mungkin dilakukan, apalagi kalau kesadaran bayar pajak masyarakat meningkat,” kata Asep.
Bupati Cecep: Pinjaman Adalah Investasi Mendesak
Seperti disebutkan sebelumnya, Bupati Tasikmalaya Cecep Nurul Yakin menegaskan, pinjaman daerah sebesar Rp230 miliar adalah langkah darurat menyelamatkan pembangunan di tengah berkurangnya transfer dana pusat.
“Kami kehilangan sekitar Rp312 miliar dari dana transfer pusat tahun depan. Pinjaman ini menjadi investasi mendesak agar proyek pembangunan, terutama jalan, tidak mangkrak,” jelas Cecep.
Cecep menyebut, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya telah melakukan efisiensi besarbesaran, termasuk pemotongan TPP ASN dan pengurangan pagu anggaran dinas hingga 50 persen, namun penghematan itu baru menghasilkan sekitar Rp50 miliar.
“Dengan kemampuan fiskal saat ini, kami hanya mampu memperbaiki 15 kilometer jalan per tahun. Dengan pinjaman, bisa membangun 80 kilometer,” kata Cecep.
BACA JUGA: Drainase Tersumbat dan Sampah Jadi Pemicu Banjir di Kota Tasikmalaya
Ia optimistis pembayaran bisa dilakukan melalui optimalisasi pajak kendaraan.
“Kalau jalan bagus, masyarakat Kabupaten Tasikmalaya akan lebih tertib bayar pajak. Dari situ fiskal daerah bisa menguat,” ucap Cecep.
(Farhan)


