BANDUNG,FOKUSJabar.id: Parkir masih menjadi masalah serius yang belum bisa diselesaikan Pemerintah Kota Bandung Jawa Barat (Jabar).
Selain maraknya Pungutan Liar (Pungli) di lapangan, retribusi untuk pendapatan daerah juga belum bisa dilaksanakan secara maksimal.
BACA JUGA:
Pemkot Bandung Rugi Rp50 Miliar Akibat Reklame Ilegal
Belum lama ini, aksi getok tarif parkir terjadi di salah satu rumah makan di Jalan Balonggede, Kota Bandung. Pengendara mobil berplat F tiba-tiba ditodong untuk membayar uang Rp30 ribu yang membuat kejadian itu viral di media sosial.
Pelakunya memang bisa ditindak kepolisian. Namun kemudian, kasus ini turut mencoreng nama baik Kota Bandung yang sudah kesohor sebagai kota tujuan wisata setiap akhir pekan.
Ternyata, masalah perparkiran tak hanya berpolemik di lapangan. Sektor itu tercatat belum menyumbang keuntungan yang signifikan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berdasarkan dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), BPK Pemkot Bandung turut melaporkan capaian retribusi parkir di tepi jalan umum selama tahun anggaran 2024.
Kota Bandung menargetkan retribusi parkir sekitar Rp33,7 milyar. Namun realisasinya ternyata masih jauh dari harapan.
Selama tahun anggaran 2024, Pemkot Bandung mencatat realisasi dari retribusi parkir ini hanya Rp9,6 milyar. Artinya, Pemkot hanya bisa merealisasi 28,53 persen dari target retribusi sektor tersebut.
BACA JUGA:
Getok Tarif Rp30 Ribu di Balonggede Bandung, Juru Parkir Liar Ditangkap Polisi
Dalam laporannya, Pemkot Bandung menyebut ada sejumlah kendala yang membuat realisasi retribusi parkir di tepi jalan umum belum sesuai harapan.
Mulai dari belum optimalnya fungsi pengawasan dan penindakan juru parkir di terminal parkir elektronik, minimnya sosialisasi kepada masyarakat terkait penggunaan kartu uang elektronik dan masih banyaknya lokasi parkir liar yang dikuasai juru parkir liar.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan menyoroti belum tercapainya target realisasi pendapatan dari sektor parkir.
Ia menegaskan, penataan parkir di Kota Bandung bukan persoalan teknis semata. Melainkan juga menyangkut aspek sosial dan hukum.
“Parkir itu masalah yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan penerapan teknologi. Karena juru parkir ini sudah menjadi profesi informal,” kata Farhan, Jumat (10/10/2025).
Farhan menjelaskan, penataan sektor parkir bukan sekadar upaya menaikkan PAD. Namun juga menyangkut upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam menjaga kepastian hukum.
“Kalau kita membereskan parkir. Artinya kita mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat bahwa pemerintah masih bisa menjaga kepastian hukum. Tapi pada saat bersamaan, itu juga sudah menjadi profesi informal. Maka kita harus kelola bersama-sama, satu-satu wilayah kita tangani,” jelasnya.
Ia juga menyinggung adanya permasalahan parkir yang berulang di wilayah tertentu. Termasuk yang berada di bawah pengawasan pejabat terkait.
BACA JUGA:
Resahkan Masyarakat, Pemkot Bandung Berantas Obat Terlarang dan Miras
“Di wilayah Bu Imas ini, persoalannya muncul terus. Sepertinya memang perlu ada penanganan serius terhadap kawasan-kawasan tertentu,” ujarnya.
Selain soal regulasi dan pengawasan, Farhan menekankan pentingnya kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat, terutama di kawasan wisata.
Ia menyatakan, tempat-tempat wisata harus menjadi prioritas dalam penataan parkir.
“Kita ingin memastikan bahwa titik-titik tempat wisata yang terkenal itu betul-betul bersih, nyaman, dan aman,” ucapnya.
Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bandung saat ini terus mengupayakan reformasi sistem parkir. Termasuk dengan rencana penerapan parkir elektronik, pembenahan zona parkir, serta penertiban jukir liar.
Namun, Farhan menilai bahwa keberhasilan upaya tersebut hanya bisa tercapai dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan seluruh pihak terkait.
(Yusuf Mugni)