PANGANDARAN,FOKUSJabar.id: Ketua DPRD Kabupaten Pangandaran, Asep Noordin, menyoroti aktivitas Keramba Jaring Apung (KJA) yang beroperasi di kawasan Pantai Timur Pangandaran. Menurutnya, aktivitas tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat maupun Peraturan Bupati (Perbup) Pangandaran.
Hal itu disampaikannya usai melakukan peninjauan langsung ke lokasi KJA bersama tokoh masyarakat, anggota DPRD, dan pihak terkait, Kamis (18/7/2025).
Baca Juga: Berpotensi Rugikan Masyarakat Pangandaran, Ketua DPRD Minta Aktivitas KJA Disetop
Asep menjelaskan, Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2017 Pasal 42 mengatur mengenai pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang juga sejalan dengan ketentuan dalam Perbup Pangandaran Tahun 2014 dan 2016.
“Di Pasal 37 Perbup disebutkan zona industri, sementara Pasal 38 mengatur zona budidaya yang lokasinya berada di Parigi dan Cijulang. Artinya, kawasan Pantai Timur tidak termasuk zona budidaya, sehingga keberadaan KJA di sana bertentangan dengan aturan,” jelas Asep.
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL)
Lebih lanjut, ia menegaskan setiap kegiatan di wilayah laut harus sesuai dengan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
“Kegiatan seperti KJA tidak boleh bertabrakan dengan tata ruang. Kami akan segera membentuk forum untuk menata ulang pemanfaatan ruang laut ini,” tambahnya.
Menurut Asep, KKPRL bukanlah izin usaha atau izin membangun, melainkan hanya izin lokasi. Maka dari itu, setiap ketidaksesuaian memerlukan pengkajian ulang secara teknis.
“Saya mendengar dari PSDKP (Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan), jika tidak ada kesesuaian antara pemanfaatan ruang dan peraturan, maka harus ada pengkajian ulang. Kita siap memfasilitasi kajian itu bersama masyarakat dan pemerintah daerah,” ungkapnya.
Selama proses pengkajian berlangsung, Asep meminta agar PT Pangandaran Bahari Sentosa (PBS) selaku pengelola KJA tidak melakukan aktivitas apapun di lokasi tersebut.
KJA Berpotensi Ganggu Konservasi dan Nelayan
Asep juga menyoroti dampak sosial dan lingkungan dari keberadaan KJA, mulai dari potensi gangguan terhadap kawasan konservasi, aktivitas wisata, hingga keresahan para nelayan.
“Tadi saya lihat langsung lokasi KJA, termasuk kedalamannya. Terjadi penumpukan aktivitas di satu titik yang memicu masalah dari berbagai sisi. Ini bisa menimbulkan persoalan sosial di tengah masyarakat,” tegasnya.
(Sajidin)