spot_img
Jumat 25 April 2025
spot_imgspot_img

Kolaborasi Pembangunan di Jabar Dipertanyakan, Aspirasi Masyarakat Terancam Tergeser

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Semangat membangun bangsa dan negara berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan falsafah negara menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor.

Prinsip ini semestinya terwujud melalui keterlibatan semua elemen dari masyarakat, tokoh agama, akademisi, hingga pejabat politik dalam setiap proses perencanaan pembangunan.

Demikian disampaikan Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono menyusul Gubernur Jabar Dedi Mulyadi yang menghapus hibah pesantren guna mencegah ‘relasi politik’. Ono menilai, implementasi prinsi kolaboratif di Jabar saat ini masih jauh dari harapan.

Sejatinya, kata dia, kolaborasi hadir tidak hanya sebagai jargon dalam pidato atau dokumen formal. Tetapi harus menjadi pijakan nyata dalam penyusunan kebijakan. Dalam konteks perencanaan pembangunan daerah, kolaborasi itu idealnya dilandasi beberapa aspek, yakni teknokratis, partisipatif, politis, dan top-down-bottom-up.

BACA JUGA: Ono Surono Sebut Iuran Tapera Membebani Pekerja

Kolaborasi dalam Realitas 2025 di Jabar

“Kolaborasi yang melibatkan kajian akademik dari perguruan tinggi, menempatkan masyarakat bukan hanya sebagai objek, tapi juga subjek pembangunan. Ada juga aspek politis yang mengakomodasi visi misi kepala daerah serta anggota DPRD, kemudian melalui pendekatan top-down dan bottom-up. Ini memungkinkan komunikasi dua arah antara pemerintah pusat dan daerah dari atas ke bawah dan sebalinya,” kata Ono.

Namun, dalam realitas 2025 ini, pelaksanaan kolaborasi tersebut menuai banyak respon. Salah satu tertuju pada penyusunan APBD Jawa Barat, yang disebut-sebut menghapus sejumlah usulan dari masyarakat tanpa melalui pembahasan yang melibatkan DPRD. Beberapa program yang terkena dampaknya antara lain hibah untuk pondok pesantren (ponpes), bantuan organisasi kemasyarakatan, serta kegiatan usulan kabupaten/kota.

Kondisi ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat dan sejumlah fraksi di DPRD Jawa Barat. Mereka menilai keputusan penghapusan tersebut tidak hanya mengabaikan aspirasi publik, tetapi juga mencederai semangat kolaborasi dan prinsip musyawarah.

“Misalnya hibah Ponpes. Kalaupun ada ponpes yang diduga oleh gubernur memperoleh anggaran besar, maka perlu verifikasi. Jangan dicoret begitu saja tanpa melibatkan DPRD maupun dari ponpes tersebut. Kalaupun Ponpes menerima hibah hanya untuk memenuhi unsur atau aspek politik (relasi politik) itu sah saja. Sama halnya dengan gubernur datang ke suatu tempat, desa atau satu organisasi dan dia menjanjikan akan membantu,” tegas dia.

Lebih lanjut pihaknya berharap, pimpinan segera merespons aspirasi masyarakat dan kegelisahan anggota DPRD untuk merumuskan kembali kebijakan yang lebih adil dan menyeluruh. Dia juga menegaskan pentingnya verifikasi terhadap ponpes yang diduga menerima anggaran besar, agar tidak terjadi penghapusan dana secara sepihak tanpa melibatkan pihak terkait.

Semangat kolaborasi yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai Pancasila bahkan kearifan lokal Sunda, Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh’ bisa benar-benar diimplementasikan. Khususnya melalui proses pembangunan yang menyentuh langsung kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat.

(LIN)

spot_img

Berita Terbaru