BANDUNG,FOKUSJabar.id: Memaknai malam Lailatul Qadar dan fenomena bulan Penumbra serta matahari total pada Ramadan tahun 1445 hijriah, Bengkel Study Budaya (Besdaya) melakukan tolak bala, Sabtu (6/4/2024).
Tokoh Sunda Kyai Thontowi D Musaddad mengatakan bahwa gerhana bulan dan matahari yang terjadi di bulan yang sama adalah sebagai isyarat agar selalu mengingat dan mendekat kepada Allah SWT.
“Ini isyarakat bagi kita untuk selalu mengingat dan mendekat kepada Allah SWT, serta berlindung dan musibah besar yang terjadi,” kata Thontowi.
Tokoh Sunda lainnya Erni Sumarni mengatakan, sesuai kalender Sunda fenomena itu isyarat dari peringatan akan adanya bala (petaka), sehingga para leluhur terdahulu selalu melakukan tolak bala (Kelah) saat menghadapi hal seperti ini.
Adapun ritual budaya yang digelar hari ini, salah satunya untuk tolak bala merespon sinyal-sinyal alam yang yang sudah diisyaratkan dan tertulis dalam kalender Sunda.
“Intinya kita kalau kita merawat alam dengan baik dan benar, maka alam akan menjaga kita, begitupun sebalinya,” kata Erni.
Para karuhun memiliki Kelah atau doa terbaik untuk tolak bala demi kebaikan semua. Erni yaki bahwa Allah SWT selalu memberikan sesuatu dengan solusinya.
“Semoga Alloh mengabulkan doa yang kami lakukan dan berdampak positif bagi umat manusia di mana pun berada,” kata Erni.
Sementara itu, Miranda H Wihardja mengatakan bahwa hal ini sebagai upaya mengikuti jejak para leluhur saat menghadapi fenomena alam.
Adapun yang harus dilakukan dalam tuka bala, yakni refleksi diri masing-masing. Hal itu dalam ritual disimbolkan dengan bubur merah, bubur putih, buah delima, umbi-umbian (beubetian) dan lainnya.
“Setiap ada kejadian, leluhur kita sudah menuliskan. Mislanya saat terjadi gerhana bulan, di kalender Sunda itu diisyaratkan ada kerusakan. Kemudian gerhana matahari total, mengisyaratkan akan ada banya orang meninggal (pilar dunya). Maka perlu dilakukan tolak bala untuk diri masing-masing. Kami berharap doa yang disampaikan dalam tolak bala ini dikabulkan,” kata Mira.
(LIN)