BANDUNG,FOKUSJabar.id: Badan Penggalangan Dana Lestari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) menggelar drama musikal dengan menampilkan ‘Garda the Musical‘ dari Eko Dance Company dan ISI Surakarta.
Garda the Musikal ini hasil kolaborasi antara ISI Surakarta dengan Eko Dance Company Solo. Didukung oleh penari dan aktor mahasiswa Fakultas Seni Pertunjukan dan Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Surakarta, SMKN 8 Surakarta.
BACA JUGA:
Demo PKL Dalem Kaum Tolak Relokasi Berakhir Ricuh
Drama Musikal kali ini dimeriahkan sederet artis multitalenta seperti Dwi Sasono yang berperan sebagai Garda, Widi Mulia sebagai Rerasi, Beyon Destiano sebagai Rako dan Woro Mustiko sebagai Jenar.
“Harapan kami karya ini menjadi kebanggaan Indonesia,” kata Direktur Artistik dan Sutradara Eko ‘PC’ Supriyanto.
Eko ‘PC’ menyebut, Garda the Musical menceritakan petualangan seorang anak burung kenari bernama Jenar yang terobsesi menjadi Garda, burung Garuda yang tangguh, kuat dan bijaksana.
Garda memiliki Pusaka Cahaya Delima yang membuat Jenar ingin mencarinya.
Dalam perjalanan mencari Pusaka Cahaya Delima ternyata berbahaya. Namun, tekad dan keberanian Jenar tidak cukup untuk melawan Bargota dan pasukannya yang jahat.
Mereka juga ingin memiliki Cahaya Delima untuk memperoleh kekuatan tak tertandingi.
Jenar yang sedang dalam perjalanan mencari pusaka itu pun ditangkap oleh Bargota.
Sang ibu, Rerasi berusaha mencari keberadaan Jenar di luasnya dunia.
Rerasi meminta bantuan kepada Garda untuk dapat menyelamatkan Jenar dan mengalahkan Bargota.
Pusaka cahaya delima adalah sebuah idiom tentang ilmu pengetahuan. Semua orang dapat memiliki cahaya delima dengan belajar keras dan tekun serta memiliki keinginan kuat untuk memahami dan mengamalkan pengetahuan.
BACA JUGA:
Penertiban PKL Dalem Kaum Berakhir Ricuh, 2 Petugas Satpol PP Kota Bandung Terluka
“Pesan yang ingin disampaikan dalam pertunjukan ini, sejatinya pusaka itu adalah berkumpulnya ibu dan anak. Masing-masing adalah pusaka itu sendiri, tidak terpisahkan oleh ego dan ambisi. Demikian pula dengan ilmu pengetahuan yang tidak dapat diperoleh secara instan tetapi harus dilakukan dengan usaha dan kerja keras,” ungkapnya.
Eko menyampaikan, karakter dipertunjukan Garda the Musikal ini terinspirasi dari kehidupan dunia burung di Indonesia. Seperti Burung Garuda, Gagak, Merak, Kedasih, Hantu, Beo, Kenari, Merpati dan Burung Cendrawasih.
Bukan tanpa arti, pihaknya ingin menunjukan keanekaragaman hayati di Nusantara.
Bukan berarti manusia harus meniru burung. Namun manusia harus bisa memberi nilai kepada karakter-karakter burung untuk menyuarakan kemanusiaan.
“Garda adalah wujud kebijaksanaan mengelola harmonisasi alam. Dengan ‘pusaka’ cahaya delima untuk menyingkirkan kejahatan. Tetapi memberi nilai kepada karakter-karakter burung untuk menyuarakan kemanusiaan,” ucapnya.
Pemeran Garda, Dwi Sasono mengaku tak ingin melewatkan kesempatan ini. Terlebih, dia menilai sosok Garda (Garuda) memiliki jiwa patriotik dan optimistis.
Garuda selalu ingin terbang tinggi lewati batasan apapun. Garuda pula dinilai Dwi, sebagai sosok bijaksana yang memegang cahaya delima dan menyebarkan agar Nusantara makmur.
“Garda memiliki musuh bernama Bargota yang terkesan rakus dan menginginkan sekali ilmu tanpa adanya kebijaksanaan (kasih sayang) yang bisa saja berujung pada kehancuran. Jadi, saya beruntung sekali mendapat peran Garuda ini,” kata Dwi Sasono.
Hal senada diungkapkan Widi Mulia. Menurutnya, nusantara memiliki kekayaan, bakat musik dan bernyanyi yang komplet.
“Saya beruntung di usia yang sekarang masih bisa memberikan karya dan bersinergi bersama mas Eko. Sungguh disayangkan sekali kalau kolaborasi ilmu yang menjadi harta karun ini dilewatkan,” ucapnya.
Drama musikal ini diperuntukkan untuk semua umur, sehingga pengunjung yang ingin menyaksikan bisa membawa putra-putrinya.
Perlu diketahui, pertunjukan ini didukung sepenuhnya oleh Kemendikbudristek, Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Badan Penggalangan Dana Lestari Universitas Katolik Parahyangan, PT Karya Bakti Parahyangan, Institut Seni Indonesia Surakarta, Integrated Arts UNPAR, IForte, SMKN 8 Surakarta.
(Yusuf Mugni/Anthika Asmara)