TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia Yasonna H. Laoly, mengungkapkan pentingnya literasi keagamaan lintas budaya di dalam masyarakat dunia yang semakin multikultural dan saling terkoneksi satu sama lain.
Hal itu disampaikan Menkumham saat acara Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya bertemakan Martabat Manusia dan Supremasi Hukum untuk Masyarakat yang Damai dan Inklusif yang digelar di Hotel Kempinski Jakarta.
BACA JUGA: Musim Penghujan, Ini Pesan BPBD Kota Tasikmalaya
“Dengan pemahaman dan penghormatan yang semakin tinggi terhadap bentuk perbedaan, maka masyarakat dapat menjadi lebih inklusif dan harmonis,”jelasnya melalui release yang diterima FOKUSJabar.id Selasa (14/11/23)
Seiring dengan itu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bersama the Leimena Institute bekerjasama untuk menyelenggarakan program pelatihan bagi para guru di tanah air terkait literasi keagamaan lintas budaya.
“Penyelenggaraan Konferensi Literasi Keagamaan Lintas Budaya, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya kolaborasi umat beragama yang dilandasi saling menghormati di antara masyarakat yang berbeda agama dan keyakinan serta budaya,”jelas Yasonna Laoly.
BACA JUGA: Maknai Hari Pahlawan, Kemenkumham Provinsi Jawa Barat Gelar Doa Bersama
“Kami menempatkan isu kebebasan beragama di Indonesia sebagai hal yang teramat penting karena merupakan bangsa yang sangat menjunjung tinggi kehidupan beragama,” ujarnya.
Namun demikian tambahnya, masih ada pihak-pihak yang bersikap intoleran dan radikal dalam konteks ini, sehingga supremasi hukum memiliki peran penting untuk menjamin dan menghormati hak setiap warga negara.
“September lalu, Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama dan peraturan ini bertujuan memperkuat harmoni dan persatuan antar umat beragama di tanah air,”paparnya.
Lebih lanjut Laoly menyinggung, keterkaitan antara upaya mendorong kebebasan beragama dan perdamaian dunia, keduanya harus berjalan beriringan.
“Indonesia secara aktif mendorong dialog antar umat beragama baik di tataran nasional maupun internasional dengan maksud untuk meningkatkan toleransi, penghormatan, pemahaman, serta empati,”imbuhnya.
Dirinya pun berharap, forum konferensi ini sebagai wadah para peserta untuk saling berbagi pandangan dan pengalaman terbaik dalam memajukan literasi keagamaan lintas budaya dan martabat manusia dalam masyarakat yang beragama.
“Saat ini, indikator indeks toleransi Kerukunan Umat Beragama (KUB) di tanah air masih di level 68,72, sehingga kegiatan konferensi keagamaan ini kita mampu berkontribusi positif dalam upaya bersama untuk mendorong masyarakat yang lebih toleran, inklusif dan harmonis” ujarnya.
Ditambahkan, untuk memperkuat toleransi beragama di tanah air, Kemenkumham melalui Ditjen HAM mengeluarkan Permenkumham No. 22 Tahun 2021 tentang Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM.
Juga bersama Kemendagri mengesahkan peraturan bersama Menkumham dan Mendagri Nomor 20 dan 70 tahun 2012 tentang Parameter HAM Dalam Pembentukan Produk Hukum Daerah.
“Sejumlah peraturan ini dikeluarkan dengan tujuan untuk mencegah munculnya produk hukum di daerah yang intoleran dan diskriminatif,” jelasnya.
Sebagai informasi, Konferensi Internasional ini, diselenggarakan Kemenkumham dengan bekerjasama Leimena Institute serta dukungan dari Templeton Religion Trust, The
International Center for Law and Religious Studies at Brigham Young University Law School, dan International Religious Freedom Secretariat.
“Konferensi berskala Internasional ini dilakukan dalam rangkaian peringatan hari HAM se-dunia Ke-75, yang dihadiri ratusan tokoh agama dari dalam negeri dan mancanegara, termasuk dihadiri sejumlah duta besar negara-negara sahabat,”tandasnya.
(rsl/Seda/Anthika Asmara)