JAKARTA,FOKUSJabar.id: Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, menduga Presiden Joko Widodo (Jokowi) sengaja menahan agar Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, tidak dijadikan kader Partai Golkar.
Alasannya, Gibran dan Jokowi sedang menunggu respons dari PDI Perjuangan.
Sebelumnya, kencang isu Gibran akan diumumkan menjadi kader Golkar pada puncak HUT ke-59 partai berlambang Pohon Beringin itu di DPP Slipi, Jakarta Barat. Namun, Gibran justru absen. Hanya Jokowi yang hadir di acara itu.
Dalam pandangannya, sikap pamit Gibran ke PDIP tidak bisa dimaknai ia telah mundur dari parpol berlambang banteng moncong putih itu.
Gibran baru resmi dikatakan tak lagi bersama PDIP bila ada surat pemecatan atau pengunduran diri.
BACA JUGA: MKMK Didesak Pecat Ketua MK Anwar Usman!
“Gibran kan tidak pernah merasa mengundurkan diri (dari PDIP). Dia hanya menyatakan pamit ke Puan Maharani. Pamit itu baru pernyataan verbal. Kalau mengundurkan diri, ia mundur dengan menuliskan surat. Jadi, kedua pihak ini sedang main psikologi,” ujar Ujang kepada IDN Times melalui telepon, Selasa (7/11/2023).
Sementara, dari sudut pandang Golkar, menurut Ujang, Kartu Tanda Anggota (KTA) Gibran sudah dibuat. Kemudian, jaket Golkar bagi Gibran juga sudah disiapkan.
Sementara, dari sudut pandang Golkar, menurut Ujang, Kartu Tanda Anggota (KTA) Gibran sudah dibuat. Kemudian, jaket Golkar bagi Gibran juga sudah disiapkan.
“Tetapi, biar tidak terlalu konfrontatif dengan PDIP, dimainkan secantik mungkin,” tutur dia lagi.
Ia menambahkan, PDIP sudah marah besar kepada Gibran lantaran diajukan menjadi bakal cawapres oleh Golkar. “Sudah perang lah antara kubu Golkar dan PDIP,” ujarnya.
Lebih lanjut, menurut Ujang, PDIP sengaja mengulur-ulur waktu tidak memecat Gibran karena khawatir hal tersebut malah dimanfaatkan oleh putra sulung Presiden Joko “Jokowi” Widodo itu, untuk berpura-pura menjadi korban atau playing victim. Jusrtru bila momentum itu diambil oleh Gibran, PDIP khawatir malah mendongkrak elektabilitas Wali Kota Solo tersebut.
“Itu sebabnya, PDIP tidak terburu-buru mengambil langkah pemecatan. Dia melihat situasinya dulu, dinamikanya seperti apa. Supaya tidak menimbulkan efek negatif bagi PDIP,” kata pria yang juga menjadi dosen di Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) itu.
Apalagi potensi kenaikan elektabilitas Gibran sangat besar. Hal itu salah satunya disumbang dari Jokowi yang masih berkuasa menjadi presiden.
“Karena kan banyak program yang disalurkan oleh Jokowi. Banyak sumbangsih lah yang bisa dilakukan oleh Jokowi di tahun terakhir. Gibran mendapatkan efek ekor jas tersebut. Begitu pun sebaliknya bila publik memandang negatif Jokowi, maka elektabilitas Gibran juga bisa turun,” tutur dia lagi.
Maka, kata Ujang, tidak heran bila Jokowi akan berusaha keras menjaga kepuasan rakyat di penghujung masa kekuasaannya.
Lebih lanjut, menurut Ujang, PDIP tidak akan bermain dua kaki dengan tetap membiarkan Gibran berada di parpol yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri itu. “Dia menunggu momen yang pas, yang kira-kira keputusan itu dikeluarkan tidak merugikan PDIP dan menguntungkan Gibran,” kata Ujang.
Namun, ia pun tak menampik peringatan keras sudah disampaikan PDIP bagi keluarga Jokowi melalui Wali Kota Medan, Bobby Nasution. Besan Presiden Jokowi itu diminta segera mengembalikan KTA PDIP dalam kurun waktu tiga hari.
“Itu mungkin peringatan dulu (bagi keluarga Jokowi). Jadi, Bobby ini dianggap yang paling lemah di keluarga Jokowi. Jadi, diperingatkan secara keras sudah menjadi keniscayaan bagi PDIP. Itu peringatan keras bagi yang dianggap paling lemah di keluarga Jokowi,” tutur dia lagi.
(Agung)