JAKARTA,FOKUSJabar.id: Sebanyak 15 guru besar dan pengajar hukum tata negara (HTN) yang tergabung di dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Pasalnya, Anwar diduga telah melanggar ketentuan kode etik dan perilaku hakim soal independensi serta prinsip integritas. Ia pula yang diduga telah menyebabkan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 dikabulkan sebagian.
Maka, CALS menyerukan kepada MKMK agar dalam putusannya yang dibacakan Selasa sore (7/11/2023), menjatuhkan hukuman berupa pemberhentian tidak dengan hormat kepada Ketua MK, Anwar Usman.
“Sebab, ia terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakmi yang berat,” ujar CALS di dalam keterangan tertulisnya pada hari ini.
Di sisi lain, Anwar juga dinilai tidak menjalankan kepemimpinan yudisial dengan optimal yaitu dengan mengakomodasi materi hakim yang berbeda pendapat (dissenting opinion) menjadi concurring opinion.
BACA JUGA: Airlangga Berkelakar: Sebentar Lagi Ketum ProJo Masuk Golkar Nih
Concurring bermakna pendapat yang menyetujui pendapat mayoritas meski alasannya berbeda.
Dalam kasus putusan MK nomor 090/PUU-XXI/2023, sebanyak empat hakim konstitusi menyatakan pendapat yang berbeda. Sedangkan, tiga hakim yang menerima bahwa kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun boleh maju menjadi capres dan cawapres.
Lalu, dua hakim konstitusi lainnya menyatakan concurring opinion. Dua hakim ini kemudian dianggap oleh Anwar setuju untuk mengabulkan sebagian putusan nomor 090 itu.
“Maka, kami menduga terdapat manipulasi kesimpulan putusan,” tutur mereka lagi.
Lebih lanjut, CALS melihat hakim terlapor atau Anwar Usman justru tidak memiliki niat baik untuk mundur dari majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara terkait dengan anggota keluarga. Padahal, hal tersebut diwajibkan di dalam kode etik dan perilaku hakim, UU Mahkamah Konstitusi hingga UU Kekuasaan Kehakiman.
“Sebagai Ketua MK, hakim terlapor, telah melanggar sumpah jabatannya untuk memimpin dengan baik dan adil,” kata mereka.
Apalagi akibat perbuatan Anwar Usman yang membuat konstruksi amar putusan perkara secara serampangan, MK kini dicap sebagai Mahkamah Keluarga. “Akibatnya kepercayaan publik kepada MK luntur. Hal tersebut merusak muruah, kewibawaan, martabat dan keluhuran MK sebagai lembaga penjaga konstitusi, demokrasi dan Hak Asasi Manusia,” tutur mereka.
Oleh sebab itu, para pelapor berharap MKMK menyambut panggilan sejarah dengan memberhentikan secara tidak hormat Anwar Usman sebagai Ketua MK dan hakim konstitusi.
Di sisi lain, CALS juga menyerukan kepada MKMK agar berani mengambil keputusan progresif demi menyelamatkan masa depan demokrasi dan konstitusi. “Caranya dengan menyatakan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 tanggal 16 Oktober 2023 batal demi hukum karena disusun dengan proses yang cacat formil akibat kentalnya konflik kepentingan,” ujar mereka.
Bila pembatalan keputusan tidak dimungkinkan, maka mereka berharap MKMK bisa memerintahkan MK agar memeriksa ulang seluruh pengujian syarat usia calon presiden dan wakil presiden tanpa melibatkan Anwar Usman. Hal itu sejalan dengan asas keadilan dan pasal 17 ayat (5), (6) dan (7) UU Kekuasaan Kehakiman.
(Agung)