PANGANDARAN,FOKUSJabar.id: Dari 29 pelajar di SMPN 1 Mangunjaya Kabupaten Pangandaran Jawa Barat (Jabar), kini tersisa tiga siswa yang belum bisa membaca.
Perkembangan yang signifikan melibatkan perjuangan 30 dewan guru dari jumlah keseluruhan 44 guru dalam waktu kurang lebih 2 bulan.
Koordinator Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Dian Purnamawati menyebut, awal mengetahui dari diagnostik awal tahun ajaran baru saat diadakan tes membaca kepada anak kelas 7, 8 dan 9.
BACA JUGA: Pelajar SMP di Pangandaran Tidak Bisa Membaca
Setelah itu, pihaknya mendapatkan data untuk tiga kategori membaca. Yakni kelas low, middle dan kelas reguler.
“Nah untuk penangananya tentu berbeda. Jadi, untuk yang kelas reguler kita biasakan membaca dan mereview bacaan kemudian mempresentasikan,” kata dia.
Ia menuturkan, ada tiga kegiatan yaitu membaca, menulis dan berbicara. Sedangkan untuk kelas middle hampir sama, hanya saja jenis bacaannya lebih ringan. Tujuannya agar memahami bacaan.
Untuk kategori kelas low dirinya intensifkan. Kategori low memiliki satu pembimbing dengan membimbing dua siswa.
“Karena intensif dilakukan, dari hari senin sampai kamis sekitar 80 menit di dua jam pelajaran terakhir, akhirnya setiap minggu ada aja perkembangannya,” ucapnya.
Dian mengaku, setiap satu pekan melakukan evaluasi. Dari hasil evaluasi dirinya melihat progres dari kelas midle masuk reguler dan kelas low masuk ke middle.
“Hingga akhirnya menjelang program P5 ini ada tiga yang low,” katanya.
Dian mengklaim, Dalam penanganan tersebut sebenarnya sudah maksimal, akan tetapi dalam menerima atau menangkap pembelajaran setiap anak berbeda-beda.
“Atau mungkin ada faktor lain diluar ranah atau kemampuan kami sebagai guru. Mungkin harus ada penanganan intensif dari pihak lain untuk menindaklanjuti lagi,” kata dia.
BACA JUGA: Ini Cara SMPN 1 Mangunjaya Pangandaran Dorong Pelajar Bisa Membaca
Kepala Sekolah, Adi menyebut, tidak akan menyerah akan selalu berupaya agar ketiga siswa tersebut bisa membaca.
“Ini mungkin kategorinya termasuk inklusif, sementara pada umumnya (di sekolah) belum memiliki pedagogik khusus dalam menangani inklusif tersebut,” ucapnya.
Ia menuturkan, Setidaknya jika tidak ada guru yang spesial untuk penanganan inklusi bagi siswa tersebut, paling tidak ada tim ahli yang bisa memberi pemahaman secara garis besar.
“Setidaknya, tidak terlalu nol dalam menangani siswa tersebut,” ucap Adi.
(Sajidin/Anthika Asmara)