JAKARTA,FOKUSJabar.id: Putri Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun Panji Gumilang, Anis Khoirunnisa, buka suara terkait penetapan tersangka dan penahanan sang ayah dalam dugaan kasus penistaan agama.
Anis menilai penetapan tersangka terhadap ayahnya dinilai terlalu mamaksakan dan atas desakan masyarakat tertentu, bahkan ditunggangi kepentingan.
Seharusnya, kata Anis, kaum agamawan mempunyai kewajiban menuntun dan menenangkan masyarakat karena ketidaktahuannya.
“Seakan-akan menabuh genderang perang, ya perang saudara! Jangan mengulangi sejarah dan jangan melupakan sejarah,” kata dia, dalam keterangan resmi, Jumat (4/8/2023).
Ponpes Al Zaytun, kata dia, tidak menggunakan toa dan pengeras suara keluar pesantren karena jika digunakan, jangkauan suara bisa menjangkau kira-kira lima kilometer dari atas menara setinggi 201 meter. Namun Ponpes Al Zaytun memilih tidak menggunakan itu.
Anis menjelaskan, diskursus pemikiran agama telah dihukumi di negara yang bukan berlandaskan hukum agama tertentu.
“Diskursus pemikiran agama dihukumi di negara yang bukan berlandaskan hukum agama tertentu,” kata dia.
BACA JUGA: Jokowi Klaim Belum Terima 3 Nama Calon Pj Gubernur Jabar
Anis mengatakan Panji Gumilang memiliki gagasan dan pemikiran yang segar dan out of the box. Gagasannya juga tidak stgnan.
Biasanya gagasan dan pemikiran itu disampaikan pada acara-acara tertentu seperti 1 Muharram, Khutbah Idul Fitri dan Idul Adha atau penyambutan santri baru dan pelepasan alumni dan mahasiswa.
Tausiyah dari Panji Gumilang itu ditunggu-tunggu, sehingga civitas tercerahkan dan antusias.
“Beliau ini mempunyai pemikiran yang agile tidak stagnan karena karakteristik beliau adalah seorang pendidik,” kata dia.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menetapkan Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang, sebagai tersangka penistaan agama. Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan memeriksa Panji, Selasa (1/8/2023).
Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandani menyebut, Panji diperiksa sejak pukul 15.00 hingga 19.30 WIB.
“Hasil dalam gelar perkara semua menyatakan sepakat menaikan saudara PG menjadi tersengka,” kata Djuhandani di Bareskrim Polri.
Panji Gumilang diduga melanggar ketentuan Pasal 156a tentang Penistaan Agama dan juga Pasal 45a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, tentang ITE dan atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Berdasarkan hasil gelar perkara penyelidikan, Senin (3/7/2023), penyidik menyematkan Pasal 45a ayat (2).
Pasal 45a ayat (2) UU ITE berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Dalam kasus ini, penyidik Dittipidum menerima tiga laporan polisi dan dua aduan masyarakat (Dumas). Penyidik pun telah memeriksa 40 saksi dan 17 saksi ahli yang terdiri dari ahli pidana, sosiologi, agama dan ahli fiqih.
Dittipidum juga telah mengantongi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memeriksa saksi ahli agama, dan ahli fiqih terkait dugaan penistaan agama Panji Gumilang.
(Agung)