JAKARTA,FOKUSJabar.id: Setara Institute mengingatkan Polri agar tak hanya mengacu kepada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendalami dugaan penistaan agama oleh pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang.
Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan mengatakan, jika merujuk kepada UU Nomor 12 Tahun 2011, fatwa MUI merupakan pandangan keagamaan bukan sumber hukum.
“Sehingga soal-soal apapun, masalah kasus apapun yang ditangani oleh kepolisian tidak boleh menyandarkan semata-mata pada Fatwa MUI, yang lain penting juga didengar,” kata Halili Hasan, Senin (24/7/2023).
Halili mengatakan, kalaupun MUI menjadi saksi ahli untuk mendalami kasus Panji Gumilang dan Al Zaytun, maka penyidik juga harus mendengar pandangan dari organisasi masyarakat (ormas) keagamaan lainnya seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Persatuan Islam (PERSIS). Sebab, semua ormas keagamaan memiliki legitimasi yang sama untuk didengar.
“Semua ormas keagamaan itu punya legitimasi yang sama untuk didengarkan oleh kepolisian dalam hal penyelidikan itu,” ujar dia, melansir IDN.
BACA JUGA: KPK: Menpora Dito Bakal Perbaiki Laporan Kekayaan
Selain itu, Halili berpendapat, proses penyidikan di bidang keagamaan juga tetap harus merujuk kepada hukum acara pidana. Jika mereka sulit membuktikan dugaan penistaan agama di kasus tersebut, maka harus disampaikan.
“Kalau memang sulit dibuktikan, ya katakan sulit,” bebernya.
Lagi pula, menurut Halili, dimensi yang terbangun dalam polemik Al-Zaytun tidak hanya berkaitan dengan hukum tapi juga politik. Oleh sebab itu, penanganan kasus memang perlu kehati-hatian.
“Al-Zaytun memang berkaitan polemik yang dimensinya tidak hanya hukum tapi juga politik. karena sudah lama publik berpolemik dengan Al-Zaytun,” tutur dia.
Sebelumnya, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Raharjo Puro mengatakan, penyidik baru menelaah fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan hasil uji laboratorium forensik (labfor) barang bukti dugaan kasus penistaan agama Panji Gumilang.
“Proses penyidikan tentu saja memerlukan formil-formil yang ada. Salah satu contohnya, fatwa MUI baru kita dapatkan hari Selasa kemarin. Itu juga kan bahan pemeriksaan. Kemudian hasil labfor juga baru kita dapatkan,” kata Djuhandhani.
“Tentu saja barang-barang ini yang nantinya akan digunakan untuk proses-proses penyidikan, yaitu pada ahli dan lain sebagainya. Saat ini sedang berjalan semua,” kata dia.
(Agung)