JAKARTA,FOKUSJabar.id: Dewan Pakar Partai Golkar menggelar rapat internal yang membahas langkah partai itu dalam pemilu 2024 pada Minggu (9/7/2023).
Rencananya, mereka akan membuat rekomendasi agar hasil Musyawarah Nasional (Munas) 2019 yang menetapkan Airlangga Hartarto sebagai bakal capres di pemilu 2024 dievaluasi.
Anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Ridwan Hisjam mengatakan rapat internal itu digelar di kediaman Ketua Dewan Pakar, Agung Laksono di Jakarta Timur.
Ia mengatakan saat ini tersisa Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang belum menentukan sikap politik jelang pemilu 2024.
“Ini kan sudah hampir empat tahun ya. Tetapi, kejelasan DPP Partai Golkar terhadap keputusan munas itu belum kelihatan,” ungkap Ridwan kepada media pada Minggu (9/7/2023).
BACA JUGA: MPR Minta Pembelian 12 Jet Tempur Mirage Bekas Dibatalkan!
“Maka, saya minta Dewan Pakar harus membuat rekomendasi. Meskipun sudah terlambat tetapi harus dikeluarkan,” kata dia lagi, melansir IDN.
Rekomendasi itu, katanya mendesak untuk dikeluarkan. Apalagi dalam waktu tiga bulan ke depan sudah dimulai proses pendaftaran capres dan cawapres ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ia pun menilai pergerakan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) hingga kini belum jelas. Sebab, tiga parpol yang bernaung di dalam KIB mengusung capres yang berbeda.
PPP sudah menyatakan kerja sama politik dengan PDI Perjuangan dan mengusung Ganjar Prabowo sebagai capres. Sedangkan, Partai Amanat Nasional (PAN) menetapkan cawapres harus Erick Thohir. Di sisi lain, elektabilitas Airlangga untuk disodorkan sebagai capres atau cawapres tidak juga terkerek.
Lebih lanjut, Ridwan mendorong agar rekomendasi segera dikeluarkan. Salah satu alasannya karena Golkar saat ini dianggap tidak leluasa mengambil keputusan politik. Apalagi posisi Airlangga rangkap jabatan sebagai ketua umum dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Ridwan menambahkan bahwa keputusan penetapan Airlangga sebagai ketum Golkar di Munas 2019 lalu tak terlepas dari campur tangan Istana. Maka, posisi Airlangga bisa terancam bila ia bertindak di luar kehendak Istana.
“Akhirnya dia (Airlangga) ditawan. Partai Golkar pun ditawan dengan keputusan itu,” katanya.
Ridwan turut menegaskan salah satu poin yang dibahas di dalam rapat yakni rekomendasi agar dilakukan evaluasi terhadap pencapresan Airlangga di pemilu 2024. Revisi pencapresan itu, kata dia, akan dilakukan lewat mekanisme musyawarah nasional luar biasa alias Munaslub. Meski begitu, ia tak menutup kemungkinan posisi Airlangga sebagai ketum juga bisa dievaluasi lewat mekanisme yang sama.
“Jadi, munaslub dalam rangka mengubah keputusan bahwa Airlangga bukan capres. Bisa diusulkan Golkar mengusung calon lain. Tapi, karena ini munaslub, terbuka peluang juga untuk pergantian ketum. Kan tergantung pemilik suara,” kata dia.
Sementara, dalam pandangan analis politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin, peluang Airlangga diturunkan dari kursi ketua umum sangat memungkinkan. Apalagi elektabilitasnya sebagai capres dan cawapres saat ini masih rendah. Akibatnya, Golkar sebagai partai besar sejak zaman Orde Baru kini posisinya terlunta-lunta.
“Kalau saya sih melihat ini kesalahan dari ketua umumnya, karena ketua umumnya tidak siap untuk fight jadi capres maupun cawapres. Ibaratnya kalau saya boleh mengkritik, (Airlangga) tidak laku jual. Ini yang menyebabkan Golkar berada dalam situasi dilema tadi,” ujar Ujang ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada Minggu malam (9/7/2023).
Ia pun menduga Golkar akan bersikap realistis dengan bergabung ke koalisi yang memberikannya keuntungan lebih. “Kalau yang menguntungkan ke PDIP ya Golkar akan merapat ke PDIP tetapi kalau yang menguntungkan berlabuh ke Prabowo maka akan gabung ke Partai Gerindra. Karena politik itu soal pembagian kekuasaan,” katanya.
SIkap Golkar, tutur dia, akan bergantung kepada kesepakatan politik yang ditawarkan oleh masing-masing koalisi. Ia pun secara blak-blakan menilai peluang Airlangga untuk menjadi capres atau cawapres sudah tertutup bila melihat situasi politik saat ini.
“Kalau saya sih melihatnya peluang Airlangga (menjadi capres atau cawapres) agak berat dan tertutup. Ini pandangan obyektif saja. Karena Partaii Golkarnya besar tapi Airlangganya tidak mumpuni dengan memiliki elektabilitas yang besar sehingga pihak lain juga tidak mau,” tutur dia.
Ia menggaris bawahi dalam membangun koalisi setiap parpol menginginkan kemenangan. Salah satu parameter standar untuk bisa membangun koalisi adalah elektabilitas lantaran menyangkut faktor keterpilihan.
(Agung)