JAKARTA,FOKUSJabar.id: Pengacara Putri Candrawathi, Arman Hanis merespon, tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyebut kliennya selingkuh dengan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J terkait peristiwa Magelang pada Kami, 7 Juli 2022.
“Tuntutan JPU bersifat asumsi, hanya didasarkan pada poligraf yang cacat hukum dan bertentangan dengan dua alat bukti yang muncul di sidang,” kata Arman, Senin (16/1/2023).
Arman mengatakan, asumsi yang dimunculkan di dakwaan diperparah dengan tuduhan tidak berdasar apa yang didakwakan kepada Putri Candrawathi.
BACA JUGA: Di Bali, Erick Thohir dan Megawati Makin ‘Mesra’
“Sejumlah bagian dari Tuntutan benar-benar bertentangan dengan bukti yang muncul di persidangan. Salah satu di antaranya adalah tuduhan perselingkuhan di tanggal 7 Juli 2022,” kata dia, melansir IDN.
Tuduhan itu, kata dia, hanya didasarkan pada hasil poligraf yang cacat hukum dan bertentangan dengan dua alat bukti yang dihadirkan oleh jaksa, yaitu ahli psikologi, Reni Kusumowardhani, dan hasil pemeriksaan psikologi forensik Nomor: 056/E/HPPF/APSIFOR/IX/2022 tertanggal 6 September 2022.
“Hasil Pemeriksaan Psikologi Forensik tersebut yang ditegaskan Ahli justru mengatakan bahwa keterangan Bu Putri tentang adanya Kekerasan Seksual layak dipercaya atau bersesuaian dengan 7 indikator keterangan yang kredibel. Jadi, bagaimana mungkin Jaksa secara tiba-tiba membuat kesimpulan sendiri hanya berdasarkan poligraf yang cacat hukum? Ini betul-betul sebuah tragedi dalam logika dan penegakan hukum,” katanya.
Selain itu, keterangan Susi dan Kuat Ma’ruf menerangkan kondisi Putri yang pingsan di luar kamar setelah kejadian.
“Bahkan, kesaksian Richard Eliezer juga mengatakan Bu Putri menelpon dalam keadaan menangis dan meminta Riki dan Richard kembali ke rumah,” kata Arman.
Oleh karena itu, asumsi yang dibangun dalam tuntutan menurut Arman jadi preseden buruk ke depan terhadap korban Kekerasan seksual.
“Kami memandang, asumsi yang bertentangan dengan bukti tersebut membuat korban menjadi korban berulang kali, double victimization,” kata Arman.
“Meskipun dalam sebuah persidangan sikap penasihat hukum bisa saja berbeda dengan JPU, namun dari perspektif upaya pencapaian keadilan dan kebenaran, asumsi-asumsi yang dibangun JPU merupakan catatan gelap upaya penegakan hukum yang patut disayangkan,” imbuhnya.
Arman selanjutnya akan menyiapkan pledoi dan menuangkan keberatannya.
“Sesuai KUHAP, Kami akan tuangkan argumentasi dan bukti secara lengkap dalam nota pembelaan/Pledoi. Kami pastikan pembelaan untuk klien kami adalah pembelaan yang objektif dan berdasarkan fakta-fakta persidangan, bukan pemaksaan asumsi dan kronologis yang tidak logis seperti yang disajikan JPU,” ujar Arman.
(Agung)