BANDUNG,FOKUSJabar.id: Pemerintah daerah (Pemda) Provinsi Jabar beberapa waktu lalu menerima penghargaan sebagai Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Terbaik untuk Wilayah Jawa-Bali melalui Program Petani Milenial. Penghargaan diberikan dalam Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah Pengendalian Inflasi. Menurut penilaian pemerintah pusat, Provinsi Jawa Barat berhasil menjaga inflasi daerahnya secara stabil dengan angka yang rendah.
Wakil Gubernur Uu Ruzhanul Ulum yang menerima penghargaan mengungkapkan, melalui Program Petani Milenial, Jawa Barat mampu bangkit bahkan meningkatkan ekonomi dari hari ke hari di masa pandemi COVID-19. Petani Milenial menjadi pengungkit produktivitas produk pertanian melalui inovasi teknologi, sarana prasarana pertanian, serta berbagai dukungan kebijakan pemerintah.
“Melalui Petani Milenial, kita meningkatkan sumberdaya manusia, sehingga mampu mengimplementasikan inovasi, sarana prasarana dengan baik dan benar, serta mampu mengusulkan kebijakan peraturan perundangan yang mendukung pertanian. Alhamdulillah, pertanian di Jabar bisa memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Jabar sehingga inflasi bisa dikenalikan,” ujar Wagub yang menginisiasi Gerbang Desa ini.
Petani Milenial, Uu menjelaskan, menjadi target utama dan penting untuk mendongkrak kualitas sumberdaya manusia di bidang pertanian. Melalui program ini, petani mendapat gemblengan supaya bisa menumbuh kembangkan kewirausahaan di bidang pertanian dan mensejahterakan kehidupan lingkungannya.
BACA JUGA: Hari Pangan Sedunia, DKPP Jabar Ambil Langkah untuk Kendalikan Inflasi
Ia juga mendorong bupati dan wali kota di Jawa Barat agar fokus pada sektor pertanian dengan hibah pupuk pada petani, bibit, dan pemenuhan alat dan mesin pertanian (alsintan) modern. Selain itu, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) lebih diberdayakan karena sangat penting keberadaannya bagi petani.
“Saya juga minta supaya ada kemudahan permodalan dari pihak perbankan di Jawa Barat untuk dapat diakses oleh petani karena petani butuh modal untuk memproduksi pangan. Harus ada keberpihakan perbankan pada pertanian,” kata Pak Uu.
Keberpihakan ini penting supaya bisa menjadi pendorong dan memotivasi masyarakat untuk tetap bertani guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Bisa dengan menanam bahan pokok seperti padi, jagung, atau umbi-umbian lainnya. Juga menanam palawija dan kebutuhan memasak berupa bawang merah, cabai, ataupun yang lainnya.
“Karena jelas terbukti tanaman tersebut mampu mempertahankan inflasi sehingga kita tidak kedodoran,” ujar Uu.
Plt. Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Barat, Bambang Pramono sepakat dengan langkah Pemprov Jabar dalam pengendalian inflasi dengan , memperkuat ketahanan pangan. “Juga harus diperkuat dengan menjaga cadangan beras pemerintah, serta penguatan data dan informasi pangan. Tentu saja hal lainnya juga harus dilakukan seperti memperkuat koordinasi pemerintah pusat dan daerah, memperkuat sinergi antar kementerian dan lembaga dengan dukungan pemda,” ujar Bambang yang sebelumnya menjabat Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Barat ini.
Bambang mengungkapkan resep sukses Jabar dalam pengendalian inflasi yaitu melalui strategi 4k yaitu keterjangkauan harga distribusi, ketersediaan pasokan, kelancaran, dan komunikasi efektif. Strategi 4k tersebut direalisasikan melalui delapan langkah aksi yaitu operasi pasar dan bazar murah, perluasan kerjasama antar daerah, melakukan optimalisasi fasilitas distribusi pangan strategis, pengembangan replikasi praktik baik klaster pangan unggulan. Juga percepatan realisasi biaya tak terduga (BTT), dana desa dan dana sosial untuk pengendalian inflasi melalui bansos guna menjaga daya beli masyarakat.
“Yang tidak kalah pentingnya adalah penguatan infrastruktur pertanian, digitalisasi data dan informasi pangan, penguatan pengawasan harga dan ketersediaan pasokan untuk mencegah penimbunan, serta penguatan produksi pangan melalui program petani milenial menjadi langkah yang dilakukan dalam mengendalikan inflasi di Jabar,” urai Bambang.
Deputi Direktur Senior BI Jabar, Taufik Saleh menambahkan, sebetulnya sejak awal 2022, sudah ada tanda-tanda peningkatan inflasi. Sebab, indikasi keterbatasan pasokan sudah mulai dirasakan pada akhir 2021 dengan terjadinya peningkatan harga komoditas internasional maupun domestik sehingga menjadi penyebab utama peningkatan laju inflasi Jabar pada triwulan I 2022.
“Andil inflasi tertinggi pada kelompok pangan yang bersumber pada komoditas minyak goreng, cabai merah, telur ayam ras, daging ayam dan, dan cabai rawit. Juga kenaikan harga minyak goreng,” ujar Taufik.
Meski tekanan inflasi pada triwulan I cukup tinggi, namun pada triwulan II, pemerintah berhasil mengendalikan harga komoditas. Harga minyak goreng, daging sapi, dan angkutan antar kota turun sehingga inflasi pada triwulan II lebih rendah dibanding triwulan I.
Pada triwulan III, justru terjadi deflasi karena pasokan pangan sudah berlimpah seiring dengan datangnya musim panen hortikultura di Jabar. Juga melimpahnya pasokan daging ayam ras, telur ayam ras, dan pasokan daging sapi sehingga Jabar mengalami deflasi sebesar 0,11% (mtm). Operasi pasar murah berbagai komoditas pangan yang dilakukan pemerintah daerah di Jabar telah berhasil menahan inflasi.
Sementara itu, pengamat ekonomi Unpas yang juga anggota Divisi Kebijakan Publik KPED Jabar, Acuviarta Kartabi mengapresiasi langkah pengendalian inflasi yang dilakukan pemprov Jabar. Sebab, inflasi yang tinggi dalam perekonomian jelas tidak baik.
BACA JUGA: 100 Wartawan, PWI Jawa Barat Pecahkan Rekor Peserta UKW Terbanyak Se-Indonesia
“Kenaikan harga-harga komoditas sebagai refleksi meningkatnya tingkat inflasi menyebabkan nilai uang terhadap barang semakin rendah. Inflasi akan menurunkan daya beli masyarakat. Kalau kenaikan itu pada komoditas pangan, ini sangat mengkhawatirkan karena bisa menyebabkan kebutuhan pokoknya menjadi tidak terpenuhi,” jelas Acu.
Untuk mempertahankan daya beli masyarakat, menurut Acuviarta, dibutuhkan program bantalan sosial atau jaring pengaman sosial. Solusinya bisa menyediakan kebutuhan pokok utama dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat miskin. Bisa juga dengan memberikan bantuan non tunai atau bantuan tunai agar masyarakat dapat membeli kebutuhan pokok yang harga-harganya meningkat.
“Masyarakat juga diminta untuk mengatur prioritas belanjanya. Kurangi konsumsi komoditas barang dan jasa yang tidak pokok atau tidak urgent. Untuk itu pemerintah diharapkan terus melakukan operasi pasar kebutuhan pokok agar bisa terjangkau bagi masyarakat miskin, atau menggelar program pasar murah,” jelasnya. ***