CINA,FOKUSJabr.id: Seorang anak laki-laki berusia tiga tahun asal Cina meninggal dunia karena keracunan gas.
Anak tersebut meninggal dunia akibat penanganan medis yang terlambat lantaran kebijakan lockdown di Cina.
Insiden ini terbongkar setelah sang Ayah mengungkapnya melalui platform media sosial Cina, Weibo.
Dia menuliskan “Tiga tahun COVID-19 adalah seluruh hidupnya” dan 380 juta orang membaca apa yang terjadi sebelum unggahannya dihapus.
BACA JUGA: Kapal Kargo Tenggelam di Taiwan, 12 ABK WNI Hilang
CNN World, Sabtu (5/11/2022) memberitakan, ayah anak laki-laki tersebut mengklaim dalam unggahan di media sosial, pekerja COVID-19 melakukan upaya pencegahan meninggalkan kompleks rumah untuk mencari perawatan bagi anaknya di Lanzhou, Gansu, hingga menyebabkan penundaan penanganan. Dari situlah, dia meyakini anaknya meninggal hingga memicu kemarahan dan kesedihan publik.
Lanzhou, sejak Oktober 2022 lalu, menjadi salah satu wilayah yang menerapkan kebijakan lockdown. Akibatnya, masyarakat sulit beraktivitas, termasuk mencari bantuan medis seperti yang dialami bocah malang tersebut.
Sebenarnya pula, tak cuma bocah itu yang mengalami keracunan, tapi juga ibunya. Namun, kondisi ibunya membaik setelah ditolong oleh ayahnya.
Masih dalam unggahannya, sang ayah telah melakukan segala cara untuk memanggil ambulans dan polisi, namun selalu gagal.
Kemudian, dia pergi meminta bantuan dari pekerja COVID-19 yang memberlakukan lockdown, tetapi ditolak dan menyuruhnya mencari bantuan dari pejabat di komunitasnya atau terus memanggil ambulans sendiri.
Bukannya memberikan bantuan, para pekerja malah terus meminta sang ayah menunjukkan hasil tes negatif COVID-19. Sialnya, tak ada tes yang dilakukan selama 10 hari sebelumnya.
Dia putus asa dan akhirnya membawa putranya keluar, kebetulan, ada seorang penduduk yang mau berbaik hati memanggil taksi untuk membawa mereka ke rumah sakit yang jaraknya cuma 10 menit dari kediaman mereka. Saat tiba, semua sudah terlambat, para dokter gagal menyelamatkan putranya.
“Anak saya mungkin bisa diselamatkan jika dia dibawa ke rumah sakit lebih cepat,” tulisnya, seperti dilansir IDN.
Otoritas kesehatan China pun buka suara soal insiden ini. Mereka meminta maaf setelah bocah malang tersebut meninggal karena keracunan gas karbon monoksida dan tertundanya perawatan medis karena kebijakan lockdown.
Pihak berwenang Lanzhou juga mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan kesedihan atas kematian anak itu dan belasungkawa kepada keluarganya.
Mereka bersumpah untuk secara serius menangani pejabat dan unit kerja yang gagal memfasilitasi penyelamatan tepat waktu untuk bocah itu. Mereka juga mengatakan, akan mengutamakan kehidupan orang-orang dalam pekerjaannya kedepannya.
“Kami telah belajar pelajaran yang menyakitkan dari insiden ini dan akan menempatkan orang-orang, kehidupan mereka, sebagai yang utama dalam pekerjaan di masa depan,” begitu pernyataan resminya.
Mirisnya, dalam kasus ini juga sempat terjadi upaya penyuapan. Sang ayah mengklaim sempat dihubungi seseorang yang mengaku bekerja untuk organisasi sipil dan menawarkannya 100 ribu yuan (sekitar Rp219 juta) untuk bungkam tentang kematian putranya.
Dia ditawari dengan syarat menandatangani perjanjian yang bersumpah untuk tidak meminta pertanggungjawaban dari pihak berwenang.
Sang ayah dengan tegas menolak tawaran tersebut dan lebih meminta penjelasan atas kematian anaknya.
Namun, sang ayah mengatakan dia menolak tawaran itu, menambahkan bahwa dia menuntut penjelasan atas kematian balitanya.
“Saya tidak menandatanganinya. Yang saya inginkan hanyalah penjelasan (atas kematian anak saya),” tulisnya.
Kematian bocah itu juga memicu kemarahan warga setempat. Video yang beredar di media sosial menunjukkan, warga akhirnya turun ke jalan untuk menuntut jawaban dari pihak berwenang. Dalam rekaman video yang beredar, seorang wanita berteriak, menuntut para petugas berpakaian hazmat dari ujung kepala hingga ujung kaki, meminta atasannya bertanggung jawab.
“Minta pemimpin Anda untuk datang ke sini dan memberi tahu kami apa yang terjadi hari ini,” teriaknya.
Di tempat lain, seorang pria meneriakkan, “Kembalikan kebebasanku!”
Video lain menunjukkan beberapa bus yang berisi petugas polisi SWAT tiba di tempat kejadian.
Satu menunjukkan barisan petugas dengan pakaian hazmat berbaris di jalan, beberapa lainnya menunjukkan warga yang bentrok dengan petugas polisi berseragam yang memegang perisai dan memakai helm dan masker.
“Mereka berteriak ‘satu, dua, satu’ (ketika mereka berbaris di jalan) dengan sangat keras hingga terdengar dari jarak 500 meter,” kata warga.
Terlihat, warga sudah kesal akibat kebijakan lockdown yang ekstrem di Lanzhou dan membuat aktivitas warga semakin susah. Puncaknya, adalah ketika seorang bocah meninggal.
“Siapa yang tahu berapa banyak insiden serupa yang terjadi di seluruh negeri?” kata salah satu warga.
(Agung)