Kamis 12 Desember 2024

Apindo Khawatir Angka PHK di Jabar Meningkat 

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Dalam bulan Januari hingga pertengahan Oktober 2022, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat kejadian pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 73 ribu karyawan. Jumlah tersebut dikhawatirkan terus meningkat seiring dengan kondisi global yang kurang baik.

Ketua DPD Apindo Jabar, Ning Wahyu Astutik mengatakan, jumlah karyawan yang ‘dirumahkan’ tersebut belum termasuk dari perusahaan yang tidak tergabung dalam Apindo. BPJS sendiri telah mencatat adanya ratusan ribu pekerja yang telah mengajukan klaim JHT.

“Klaim JHT 100 persen itu kan untuk karyawan yang telah resign atau terkena PHK. Kami dari Apindo akan mengkonfirmasi ulang ke BPJS terkait data tersebut,” kata Ning kepada wartawan, Jumat (28/10/2022) malam.

Ning mengkhawatirkan jumlah karyawan yang di-PHK akan terus bertambah. Pasalnya, beberapa sektor usaha tidak dalam kondisi yang kurang baik dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini terungkap saat dirinya beserta jajaran pengurus Apindo Jabar lainnya melakukan pertemuan dengan  para pengusaha Jabar yang terdiri atas pengusaha textile, alas kaki, batu bara, Farmasi, dan lainnya, Kamis (27/10/2022).

Baca Juga: Ciptakan Rasa Aman dan Nyaman, Pemprov Jabar Dapat Penghargaan Perlindungan Konsumen

Dalam pertemuan tersebut, beberapa keluhan terkait kondisi terkini disampaikan para pengusaha. Seperti di sektor tekstil yang mengalami penurunan kapasitas produksi jika dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya.

“Bahkan ada yang menyampaikan kalau dulu berlomba-lomba untuk berkembang, kalau sekarang justru belomba-lomba untuk menutup pabrik. Situasi saat ini sudah begitu susahnya untuk berkompetisi,” kata Ning. 

Salah satu kesulitan yang dialami para pengusaha, lanjut dia, karena adanya import illegal yang terjadi. Seperti masuknya produk baju bekas import yang membuat perusahaan-perusahaan tekstil mengalami kesulitan dalam meraih market karena selain barang import juga harganya yang lebih murah.

Kondisi kesulitan bertahan karena pasar lokal yang ‘diserang’ maraknya import baju-baju bekas, makin dipersulit dengan turunnya permintaan customer hingga 50 persen di tahun mendatang. Para pengusaha tekstil pun mendesak adanya upaya yang harus dilakukan Apindo untuk mencegah kondisi tersebut berlarut-larut sehingga tekstil makin terpuruk.

“Bandung itu dulu menjadi tempat bagi industri tekstil ini tumbuh subur dan berkembang pesat. Kita akan kumpulkan data-data dan mempelajari terlebih dulu untuk kemudian dilakukan evaluasi serta kajian sebelum diserahkan kepada Kementerian Perdagangan untuk mencari solusi lebih baik,” kata dia. 

Keluhan lain yakni terkait cost pembuatan textile, terutama untuk penyempurnan kain yang 30 persen dari batubara. Sementara saat ini harga batubara sedang terdampak dan naik karena kondisi geopolitik dan perekonomian global.

“Pengusaha pun mempertanyakan mengapa tidak ada pembatasan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk sector tekstil, sementara untuk sektor semen dan pupuk sudah diterapkan HBA yakni 90 USD/Ton. Tingginya harga batubara untuk tekstil saat ini mencapai 2 kali lipat jika dibanding HBA sector semen dan pupuk  dan itu sangat memberatkan para pengusaha. Kita dari Apindo diminta mendiskusikan teraiut kondisi tersebut dengan pihak-pihak terkait soal aturan HBA serta Domestic Market Obligation (DMO) untuk batubara sektor tekstil,” Ning menuturkan.

Selain sektor tekstil, kondisi hampir serupa juga dialami para pengusaha dari sektor alas kaki atau sepatu. Mereka mengeluhkan adanya pengurangan order sampai 50 persen sementara mereka tidak mempunyai karyawan kontrak.

“Jadi ketika order turun 50 persen, mereka menjadi dilema apakah harus melakukan PHK karyawan dan saat kondisi sudah membaik mereka akan merekrut ulang. Namun kalau harus merekrut ulang mereka harus melakukan training ulang, dan cost-nya pun tidak sedikit. Tetapi kalau tidak dilakukan PHK, itu menjadi beban untuk perusahaan dan ketidakpastian situasi ini sampai kapan berlangsung menjadi kekhawatiran tersendiri untuk pengusaha,” Ning memaparkan. 

Sebegai win win solution dari permasalahan tersebut, pihaknya menyarankan pengusaha untuk menggunakan sistem pengurangan jam kerja dengan membayar upah sesuai jam kerja tersebut. Dengan demikian, pengusaha tidak perlu melakukan PHK dan bisa merekrut ulang karyawan saat situasi membaik.

Ketua DPD Apindo Jabar ini menyadari jika pengurangan order hingga setengah kapasitas oleh buyer akan membuat guncangan dalam stabilitas industri terutama padat karya. Untuk itu, pihaknya meminta kepada para pengusaha untuk mampu menggali ide dan gagasan tentang solusi terbaik yang paling sesuai dengan bidang industri masing-masing dan berusaha sebisa mungkin menghindari PHK.

“Kami khawatir angka PHK akan terus naik, karena terjadinya pengurangan order baik di tekstil, garment, maupun sepatu di tahun depan. Kondisi ini perlu pemahaman serta campur tangan pemerintah yang sungguh-sungguh, memberlakukan safe guard sehingga keberlangsungan dunia usaha bidang tekstil akan terus terjaga. Apindo akan berkoordinasi dengan API dalam menyelesaikan hal tersebut,” Ning menegaskan..

Dengan kondisi dan situasi yang kurang baik saat ini, para pengusaha pun mempertanyakan terkait upah. Hal ini karena di sektor industri padat karya, beban upah sangat signifikan berbeda dengan sektor padat modal. Karena itu, pengusaha meminta Apindo Jabar mendiskusikan terkait upah padat karya untuk dibedakan dengan industri lain. Selain itu, pengusaha pun menyinggung tentang ketakutan adanya kenaikan Stuktur dan Skala Upah (SUSU) yang pada tahun lalu besarannya ditentukan pemerintah dan cukup memberatkan pengusaha.

“Saya yakin situasi investasi dan dunia usaha sangat sedang tidak baik-baik saja sehingga pengusaha sedang ada pada serious survival game (pertarungan hidup mati serius). Dengan kondisi ini, saya sakin Pak Gubernur tidak akan gegabah dan tidak akan mengambil langkah-langkah yang semakin melemahkan dunia usaha dan menambah jumlah pengangguran. Tapi pengusaha pun harus tetap optimis, tetap mawas diri dan realistis, juga dituntut menelorkan ide-ide serta membangun flexibilitas sehingga terdapat endurance atau daya tahan dalam menghadapi guncangan usaha dan ekonomi dari waktu ke waktu,” kata Ning.

(Ageng)

Berita Terbaru

spot_img