JAKARTA,FOKUSJabar.id: Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) mengatakan, maraknya aplikasi milik pemerintah berpotensi memunculkan celah korupsi.
Tak hanya itu, maraknya aplikasi milik pemerintah juga berpotensi menimbulkan pemborosan negara.
Koordinator Pelaksana Stranas PK Pahala Nainggolan pun menyebut, pihaknya mendorong transformasi digital yang lebih efisien, termasuk dalam pengelolaan keuangan negara melalui Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
Hal ini didorong karena setiap daerah punya sistem perencanaan keuangan masing-masing yang tidak terintegrasi dengan pusat.
“Yang hendak dicapai dari SIPD adalah integrasi keuangan dari desa ke daerah dan daerah ke pusat. Karena itu dibutuhkan sebuah aplikasi umum yang dapat digunakan seluruh daerah agar terintegrasi pula ke pusat,” ujar Pahala, Jumat (15/7/2022).
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK itu mengatakan, Stranas PK juga melihat korupsi anggaran sering terjadi sejak tahap perencanaan.
BACA JUGA: Harga Minyak Naik 350%, Sri Mulyani: Situasi Ekstrem!
Dia menyebut, saat proses perencanaan tidak dilakukan dengan baik dan transparan, maka intervensi dari pihak-pihak luar pasti terjadi.
Oleh sebab itu, ia menilai jika adanya satu aplikasi umum seperti SIPD, diharapkan dapat menutup celah penyelewengan.
“Melalui SIPD, akan ada satu dasbor nasional untuk melihat dan mengawasi proses perencanaan dan penganggaran. Sistem ini akan menyediakan data dan informasi tentang proses perencanaan-penganggaran, pengelolaan keuangan maupun informasi tentang hasil pembangunan sehingga kita bisa mengetahui misalnya berapa ribu km jalan atau berapa banyak sekolah yang sudah dibangun,” kata dia, seperti dilansir IDN.
Pahala menegaskan jika optimalisasi aplikasi SIPD menjadi penting, karena memuat informasi keuangan dan pembangunan daerah yang disajikan dalam suatu sistem Informasi pemerintahan daerah.
Selain itu, SIPD juga berperan sebagai perekam transaksi aktivitas belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Penerapan SIPD bisa berjalan optimal jika didukung informasi dan data yang terus diperbarui daerah, utamanya yang menyangkut realisasi belanja serta output dan outcomes dari belanja tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat mengungkapkan, pemerintah Indonesia saat ini setidaknya memiliki 400 ribu aplikasi berbeda.
Adapun per kementerian/lembaga bahkan disebutnya bisa memiliki 24 ribu aplikasi yang tidak semuanya bisa dioperasikan.
“Bayangkan, kita punya lebih dari 400 ribu aplikasi dan juga 24 ribu (aplikasi di kementerian/lembaga). Kemudian setiap lembaga itu punya 2.700 database sendiri-sendiri,” ujar Sri Mulyani dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2022 di Nusa Dua, Bali, Senin (11/7/2022).
(Agung)