Kamis 12 Desember 2024

8 Orang Ditembak Mati saat Protes Menentang Kekuasaan Militer di Sudan

SUDAN,FOKUSjabar.id: Delapan orang tewas ditembak mati pasukan keamanan dalam aksi demontrasi di sejumlah kota di Sudan.

Organisasi pro-demokrasi, Komite Dokter Sudan melaporkan aksi demo tersebut menuntut diakhirinya kekuasaan militer yang melakukan kudeta pada Oktober tahun lalu di negara itu.

Delapan orang yang tewas selama unjuk rasa ini, enam berasal dari Omdurman, satu dari Khartoum, dan satu dari Bahri merupakan anak-anak.

Kelompok medis Sudan menyampaikan bahwa pada Rabu pasukan keamanan menembak mati seorang anak di Bahri selama protes yang telah berlangsung setiap hari.

BACA JUGA: Sadis, Pria di India Dipenggal Gegara Kasus Penghinaan Agama

Dalam unjuk rasa di ibu kota pada sore, hari pihak keamanan dilaporkan menembakkan gas air mata dan meriam air.

Itu sebagai cara untuk mencegah semakin banyaknya demonstran yang berkumpul menuju istana presiden.

Untuk mencegah demonstran di Omdurman menuju Khartoum pihak keamanan menembakkan gas air mata dan senjata. Beberapa pengunjuk rasa berhasil lolos dari halangan pihak berwenang.

Untuk memprotes tindakan yang menyebabkan demonstran meninggal, para pengunjuk rasa di di Bahri pada malam hari memulai aksi duduk.

Protes ini menuntut militer yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan untuk keluar dari pemerintahan.

Demonstrasi juga merupakan peringatan protes pada 2019, ketika militer menggulingkan kekuasaan Omar Al-Bashir, yang menyebabkan pengaturan pembagian kekuasaan antara kelompok sipil dan militer.

Aksi demonstrasi pada 30 Juni ini juga menandai peringatan kudeta Al-Bashir pada 1989.

Pada protes kali ini, pemerintah mengmbil langkah mematikan internet dan layanan telepon, yang merupakan pertama kalinya setelah beberapa bulan protes terus terjadi di Sudan.

Setelah militer menguasai pemerintahan pemutusan internet yang diperpanjang diberlakukan sebagai upaya untuk melemahkan gerakan protes.

Menurut pekerja di perusahaan telekomunikasi sektor swasta bahwa pihak berwenang telah memerintahkan untuk menutup akses internet pada 30 Juni.

Kelompok advokasi internet yang berbasis di London, NetBlocks, juga memberitahu akses internet dan telepon di Sudan sedang dibatasi. Operator yang terkena dampak, termasuk operator Sudantel, yang dilaporkan konektivitas nasional hanya 17 persen dari tingkat biasanya.

“NetBlocks menyarankan untuk menentang penggunaan gangguan jaringan dan pembatasan media sosial untuk melawan protes, mengingat dampaknya yang tidak proporsional terhadap hak-hak dasar termasuk kebebasan berbicara dan kebebasan berkumpul,” kata NetBlocks, seperti dilansir IDN.

Kudeta pada Oktober tahun lalu telah memicu warga Sudan turun ke jalanan hampir setiap minggu untuk melakukan aksi demonstrasi.

Komite Dokter Sudah menyampaikan dalam meredam protes telah dilakukan tindakan kekerasan, yang telah menyebabkan 111 orang tewas, termasuk delapan pada 30 Juni. Dari total yang tewas, 18 di antaranya adalah anak-anak.

Tindakan menentang kepemimpinan militer juga membuat ratusan orang, termasuk politisi dan aktivis ditahan, meskipun banyak yang telah dibebaskan baru-baru ini sebagai bagian dari langkah membangun kepercayaan.

Merespons kejadian Kamis, Volker Perthes, utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Sudan meminta kekerasan untuk segera diakhiri.

Namun, seruan untuk mengakhiri kekerasan yang dilontarkan pejabat PBB telah berulang kali dikritik oleh pemerintah Sudan.

Mereka menganggap hal itu hanya asumsi dan bertentangan dengan peran PBB sebagai pihak penengah krisis politik di Sudan, dikutip dari France 24.

Untuk mengakhiri kisruh di Sudan telah dilakukan upaya mediasi oleh PBB dan Uni Afrika. Kelompok prodemokrasi akhirnya setuju untuk melakukan pembicaraan dalam pertemuan yang ditengahi oleh Amerika Serikat dan Arab Saudi. S

Sebelumnya, kelompok itu terus menolak untuk berunding karena adanya militer. Meski demikian, belum ada terobosan yang terwujud dari pertemuan itu.

(Agung)

Berita Terbaru

spot_img