Kamis 12 Desember 2024

UU TPKS dan Puan Maharani

JAKARTA,FOKUSJabar.id: Kartini adalah simbol perjuangan, kekuatan perubahan dan emansipasi perempuan Indonesia. Emansipasi berarti pembebasan dari perbudakan dan persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Tujuannya tentu memberikan kesempatan wanita bekerja, belajar dan berkarya seperti para lelaki. Emansipasi juga berarti perempuan harus mendapat penghargaan yang seharusnya diterima. Di balik itu kasus kekerasan terhadap perempuan hingga rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen

seolah memposisikan perempuan tidak punya daya tawar yang kuat dan hanya mnjadi kelompok rentan akan dampak ketidakadilan.

Sembilan hari sebelum peringatan Hari Kartini tahun 2022, Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) disahkan.

Salah satu kemajuan dukungan kebijakan yang melindungi perempuan adalah sosok Puan Maharani yang berada di kursi Ketua DPR RI. Di mana dari kursi itu gagasan pembentukan UU TPKS muncul akibat kasus pemerkosaan yang menewaskan seorang anak perempuan.

BACA JUGA: Hari Kartini Momentum Mendorong Implementasi UU TPKS

Faktor lainnya yang menyebabkan UU TPKS disahkan, yakni komitmen kelompok masyarakat sipil, dimana lebih dari 100 kelompok masyarakat sipil mengawal pengesahan UU ini. Kemudian faktor keadilan yang menjadi angin segar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Peran perempuan, ‘tubuh perempuan’, pikiran perempuan, dan kehadiran perempuan setidaknya mulai terbuka dalam diskursus di ruang publik.

Tinggal bagaimana membangun kesadaran yang berkelanjutan akan peran perempuan yang lebih setara pada masa yang akan datang.

Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, kelahiran UU tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya mengubah perspektif dan pemahaman konsep gender dalam kaitannya dengan kepentingan perempuan.

Inti dari kesetaraan dan keadilan gender, kata dia, bukan meneguhkan siapa yang mendominasi dan didominasi. Lebih dari itu menemukan koridor untuk saling berbagi secara adil dalam segala aktivitas kehidupan tanpa membedakan pelakunya laki-laki atau perempuan.

“Kita harus mampu menghayati, memetik, dan mewarisi nilai-nilai semangat perjuangan yang ditinggalkan Kartini. Tekad kuat serta kegigihan untuk terus mengawal implementasi UU ini menjadi upaya saling dukung dan saling jaga, agar tidak ada lagi ruang untuk kekerasan seksual,” kata Puan.

(LIN/berbagai Sumber)

Berita Terbaru

spot_img