Selasa 10 Desember 2024

Ini Gagasan Rektor UPI Terkait Transformasi Pendidikan Pasca Pandemi Covid-19

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Rektor UPI Prof. Dr. H. M. Solehuddin, M.Pd., M.A mengungkapkan beberapa pemikiran strategis tentang Transformasi Pendidikan untuk Antisipasi Learning Loss Pasca Pandemi Covid-19. Gagasan tersebut disampaikan saat pelaksanaan kegiatan wisuda gelombang II UPI Tahun 2021 yang digelar secara daring, Rabu (23/6/2021).

Rektor UPI mengatakan, Covid-19 bukan hanya menciptakan situasi gawat darurat bidang kesehatan, tetapi juga di semua bidang kehidupan sosial, ekonomi bahkan politik. Mencegah keterpurukan agar tidak semakin mendalam pada bidang-bidang tersebut yakni kebijakan negara yang tidak dapat ditawar-tawar.

“Sering ditegaskan oleh bapak Presiden, janganlah kita terhanyut, takut atau panik yang berlebihan akan tertular virus sehingga lupa untuk bekerja, berusaha atau melakukan kegiatan produktif lain. Menata kehidupan sosial-ekonomi masyarakat dan memerangi pandemi bukanlah pilihan either/or, keduanya harus dilakukan secara bersamaan. Itulah makna dari hidup berdampingan secara damai dengan Corona, tentu dengan menata kebiasaan baru yang jauh lebih teratur, sehat dan disiplin agar tetap bugar dan terhindar dari wabah,” kata Solehuddin.

Menurutnya, dampak pandemi pada bidang pendidikan jauh lebih menghawatirkan ketika wabah terus meluas. Ketika semua webinar terlena dengan diskursus penanganan pendidikan dalam darurat kesehatan, hampir semua pihak terlupa jika situasi ‘gawat darurat’ mutu pendidikan sesungguhnya telah terjadi jauh lebih awal atau bahkan jauh sebelum Covid-19 merebak.

“Tentu kita masih ingat dengan pernyataan Elizabeth Pisani sebagai respon terhadap terpuruknya skor literasi PISA Indonesia pada tahun 2012, Indonesian children do not know how stupid they are. Pernyataan ini menjadi cambuk bagi dunia pendidikan Indonesia, dimana anak-anak harus tetap dapat belajar sambil berupaya memutus mata-rantai sebaran virus,” kata dia.

BACA JUGA: Wisuda 1502 Lulusan, Rektor UPI Ingatkan Tantangan Dunia Pendidikan Ditengah Pandemi

fokusjabar.id rektor upi
Rektor UPI, Prof. Dr. H. M. Solehuddin, M.Pd., M.A bersama jajaran civitas akademika UPI saat kegiatan Wisuda UPI Gelombang II Tahun 2021. (FOTO: Istimewa)

Untuk itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) melalui kebijakan Belajar Dari Rumah (BDR). Namun, yang menjadi kehawatiran saat ini yakni akan hilangnya kesempatan bagi setiap orang untuk belajar (learning lost) selama periode BDR yang telah berlangsung hampir 15 bulan sejak Maret 2020.

“BDR dengan mode PJJ telah mengurangi waktu belajar ketika anak-anak harus belajar mandiri, tanpa bantuan belajar yang memadai dari guru dan orang dewasa lain. Masalahnya, ketika wabah itu muncul secara tiba-tiba, para pengelola, sekolah, guru dan orangtua siswa tidak memiliki kesiapan mental dan penguasaan teknologi untuk mengelola dan melaksanakan PJJ apalagi di dalam ekosistem digital,” kata dia.

Berlama-lama dengan BDR, lanjut Rektor UPI, anak semakin stress dan tidak berdaya. Hal tersebut bisa menimbulkan learning loss sebagai wujud dari hilangnya kesempatan anak untuk belajar sesuai dengan tuntutan standar dan kurikulum yang berlaku.

“Akibatnya, terjadi deficit of competency sebagai manifestasi dari mutu pendidikan di tanah air yang semakin terpuruk,” Solehuddin menambahkan.

Dampak global pandemi, kata dia, tentu tidak hanya dialami Indonesia tapi juga setiap negara di dunia. Ancaman terjadinya learning loss pun telah menimbulkan kekhawatiran pemerintah dan masyarakat dunia.

Learning Loss tidak hanya akan menjadi ancaman yang luar biasa terhadap mutu pendidikan, tetapi juga terhadap keadilan layanan pendidikan (educational equity). Kesenjangan layanan pendidikan antar-segmen masyarakat pun telah terjadi.

“Segmen masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged groups) jauh dari kesiapan mereka untuk mengikuti PJJ online karena mereka tidak memiliki akses yang sama dengan mereka yang beruntung (advantaged groups) terhadap internet bahkan perangkat digital-pun baik laptop, gawai, atau tablet,” kata Solehuddin.

Berdasarkan Penelitian Bank Dunia, lanjut dia, capaian reading test kelas 9 dan 10 (data PISA 2020) di 157 negara menurun drastis. Dalam skenario menengah, rata-rata siswa akan kehilangan 16 poin PISA sebagai akibat dari penutupan sekolah atau setara dengan setengah tahun pembelajaran di suatu negara.

“Dalam skenario optimistis, siswa akan kehilangan 7 poin PISA dan dalam skenario pesimistis akan kehilangan 27 poin PISA. Efek simulasi ini juga ditemukan di Asia Timur dan Pasifik, Eropa dan Asia Tengah, Amerika Latin dan Karibia, serta Timur Tengah dan Afrika Utara. Di Amerika Utara dan Kanada, siswa akan kehilangan 6 poin dalam skenario optimistis, tetapi 30 poin dalam skenario pesimistis,” Rektor UPI ke-10 ini menambahkan.

Lebih lanjut, Rektor UPI menjelaskan, terjadinya deficit of competency dan layanan pendidikan yang tidak adil tersebut akan berdampak signifikan terhadap produktivitas pertumbuhan ekonomi masa depan. Perkiraan survey kompetensi orang dewasa (OECD, 2015) menunjukkan, penghasilan orang dewasa meningkat 1,1 persen setiap pertambahan satu tahun sekolah di Amerika Serikat, dan sebesar rata-rata 7.5 persen di semua negara OECD (Hanushek et al., 2015).

“Jika diperhitungkan dengan akibat Corona sebanyak satu per-tiga setiap tahun ajaran, maka diperkirakan akan terjadi hilangnya pendapatan rata-rata pekerja antara 2.5-4 persen selama sisa hidupnya, sebagai akibat terjadinya the loss of skills,” Solehuddin menerangkan.

fokusjabar.id Rektor UPI
Rektor UPI, Prof. Dr. H. M. Solehuddin, M.Pd., M.A mengungkapkan beberapa pemikiran strategis tentang Transformasi Pendidikan untuk Antisipasi Learning Loss Pasca Pandemi Covid-19 saat kegiatan Wisuda UPI Gelombang II Tahun 2021. (FOTO: Istimewa)

Studi tersebut pun memperkirakan bagaimana kompetensi angkatan kerja yang berdampak terhadap produktivitas dan pertumbuhan ekonomi berpotensi kurang atau bahkan mungkin hilang sebagai akibat dari penutupan sekolah. Perkiraan ini diperoleh dari perbandingan perkiraan besaran GDP selama sisa abad ke-21, antara GDP dengan dan tanpa learning loss akibat pandemi.

Jika Learning loss terjadi sebanyak satu per-tiga tahun ajaran pada suatu kelompok kohort siswa, kata Solehuddin, maka diperkirakan GDP menurun sebesar rata-rata 1,5 persen selama sisa abad ke-21. Ini menunjukkan jika nilai sekarang dari biaya (present value of cost) akibat pandemi ini adalah sebesar 69 persen dari besaran GDP sekarang di negara-negara tersebut.

“Terlepas dari gejala yang cukup mengerikan tersebut, masa pandemi ini adalah momentum untuk kita melakukan hal-hal besar dan fundamental. Untuk mencegah penularan virus, sementara para siswa harus tetap mematuhi protokol kesehatan, maka kita perlu melakukan berbagai upaya praktis agar pendidikan kembali berjalan normal. Namun, setelah pandemi berlalu, sekadar menormalkan praksis sekolah tidaklah cukup; yang kita perlukan adalah transformasi pendidikan, yaitu ‘desain besar’ untuk mengubah pendidikan secara mendasar. Benang merahnya bukan menaikan APK atau APM seperti yang kini dominan dilakukan, tetapi melakukan transformasi kurikulum sekolah dan sistem pembelajaran secara menyeluruh dan mendasar, baik dominasi kontennya maupun remodeling proses pembelajarannya, yang didukung oleh segenap ekosistem yang kondusif,” Rektor UPI yang mulai menjabat 16 Juni 2020 ini menerangkan.

Transformasi yang dilakukan pun tidak boleh secara langsung memperbaiki aplikasi dan praksis sekolah. Pasalnya, akan terpeleset ke pameo ‘more of the same‘.

BACA JUGA: Ini 10 Nama Malaikat Beserta Tugasnya

Transformasi kurikukum dan pembelajaran perlu dilakukan dari padat konten ke padat proses belajar. Kompetensi literasi dan numerasi dasar adalah modal bagi para siswa agar memiliki learnacy yang menurut Guy Claxton (2006) adalah kekuatan siswa berupa kemauan dan kemampuan belajar terus-menerus hingga mencapai kompetensi yang diinginkan. Di era digital, learnacy diperkaya dengan literasi media digital, literasi digital, dan literasi manusia.

“Di atas fondasi literasi dasar itu adalah berbagai aplikasi literasi dan numerasi untuk mendorong siswa untuk terus belajar dan mencapai berbagai kompetensi pendidikan yang wajib dan/atau pilihan yang diukur sesuai standar,” kata dia.

fokusjabar.id Rektor UPI
Rektor UPI, Prof. Dr. H. M. Solehuddin, M.Pd., M.A. (FOTO: Istimewa)

Dengan fondasi learnacy yang kuat, para siswa akan dengan mudah terlibat dalam proses belajar secara terus-menerus. Para siswa pun akan dengan mudah memperoleh dan memutakhirkan kecakapan mulai dari yang paling praktis (applied skills), kecakapan berfikir kritis dan kreatif, hingga internalisasi nilai-nilai karakter.

Ke depan, kurikulum sekolah tidak seharusnya berupa kumpulan mata pelajaran. Pasalnya, hal itu adalah konsep yang relatif ‘kuno’ dan telah ditinggalkan oleh banyak negara maju. Alternatifnya, kurikulum sekolah diorganisir sebagai kumpulan program pendidikan yang masing-masing dirancang untuk membentuk kompetensi atau kecakapan tertentu sesuai dengan kebutuhan siswa.

“Sehingga untuk mengurangi learning loss yang mungkin terjadi sebagai akibat pandemi, beberapa tindakan yang perlu dilakukan segera di antaranya merancang Kurikulum Sekolah Era Pandemi (KSEP) yang praktis dan aplikatif. Kurikulum 2013 yang padat konten, sulit mendorong anak untuk belajar secara mandiri di rumah. Dengan kapasitas belajar siswa sangat terbatas, mereka harus mengerjakan tugas-tugas di rumah dari semua guru mata pelajaran yang masing-masing sarat dengan konten teoritis dan itu hanya membuat anak-anak stress dan panik. Dengan KSEP, guru-guru tidak harus menyampaikan teori mata pelajaran, tetapi melatih anak belajar secara praktis untuk mencapai kompetensi minimum literasi dan numerasi,” Rektor UPI menegaskan.

(Ageng)

Berita Terbaru

spot_img