BANDUNG,FOKUSJabar.id: Kebijakan work from home (WFH) di masa pandemi Covid-19 ternyata menimbulkan efek negatif dari sisi keamanan siber. Keleluasaan dan aktivitas online yang sering menjadi jalan bagi peretas untuk mencuri data pribadi masyarakat demi keuntungan kelompok mereka.
Demikian terungkap dalam Webinar Sandikami Mania Series#11 dari Kota Bandung pada Kamis (22/4/2021) yang diinisiasi Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat.
“Selama pandemi corona jumlah hacker meningkat. Jadi tingkat exposure dan kemungkinan kita diserang online semakin meningkat. Banyaknya waktu kosong selama WFH menimbulkan celah untuk melakukan peretasan, banyak orang mencari konten tentang hacking (di waktu senggangnya),” kata Plt Kepala Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional Badan Siber dan Sandi Negara Adi Nugroho.
Adi mengungkapkan di masa pandemi banyak peretas mengubah situs layanan publik menjadi layanan kejahatan. Selain karena memang rentan, hal ini dapat terjadi karena pengelola tidak merawat dengan baik.
Sebelum pandemi, mayoritas peretas beraksi hanya mengubah halaman muka situs publik. Namun ketika pandemi datang, peretas sampai melakukan monetisasi pada aksi peretasannya.
BACA JUGA: 75% ASN Garut WFH, Wabup Pastikan Pelayanan Publik Normal
“Kasus peretasan banyak hanya mengubah halaman muka situs publik, tapi tidak mendapat perhatian, akhirnya si pelaku mencuri data pribadi untuk melakukan monetisasi agar mendapat point credit,” kata Adi.
Dosen STEI ITB Budi Raharjo menegaskan berlatih, berkoordinasi, dan merespons cepat adalah kunci dari penyelesaian sebuah insiden peretasan.
“Pemerintah harus berbagi resources untuk menyelesaikan insiden, yang menangani insiden harus diawaki oleh setidaknya lima orang, juga harus berlatih dalam menangani insiden dan tunjuk koordinator untuk berkoordinasi ketika ada insiden misalnya peretasan web, jadi pergerakan cepat,” kata Budi Raharjo.
Budi menjelaskan, peretasan dan insiden keamanan adalah sebuah keniscayaan dalam sebuah sistem IT. Hal terpenting adalah kecepatan dalam merespons insiden tersebut.
“Yang membedakan adalah kapan terjadinya, seberapa besar efeknya, seberapa mahir kita mengatasinya dan yang paling penting adalah seberapa cepat respon kita dalam mengatasinya,” kata Budi.
(Anthika Asmara)