Kamis 12 Desember 2024

Kisah Warga Kota Banjar Yang Profesinya Menantang Maut

BANJAR,FOKUSJabar.id: Berbicara perbatasan wilayah tentunya selalu terbayang suguhan suasana yang menonjolkan ikon setiap daerah. Namun, dibalik itu banyak kisah masyarakat yang kurang diketahui.

Seperti aktivitas masyarakat di perairan sungai Cijolang, Kota Banjar yang tepat berada dihimpitan dua Provinsi Jabar dan Jateng. Disana terdapat lika-liku aktivitas masyarakat yang berjuang dengan resiko menantang maut demi mendapatkan rupaih.

Seorang pengangkut derek roda pasir, Kardi menceritakan dirinya setiap hari beraktivitas mengangkut pasir yang baru diturunkan dari perahu penambang pasir di tepian Sungai Cijolang.

Aktivitas tersebut kata dia, bukan sesuatu hal yang mudah, memiliki resiko hingga menantang maut. Namun tetap geluti  lantaran hanya menjadi pengangkut derek roda hasil penambang pasir orang lain yang bisa dilakukannya agar bisa bertahan hidup dan mencukupi kebutuhan keluarganya.

BACA JUGA: Tim Kemenkes RI Tinjau Layanan Vaksinasi Covid-19 Kota Banjar

“Sekarang cari pekerjaan susah, dan saat ini hanya ini yang bisa dilakukan oleh saya jadi dijalani saja mas,” kata dia, Sabtu (27/3/2021).

Kardi mengaku pendapatan sebagai kuli tarik pasir ini hanya sebesar Rp 10 ribu, itupun dibagi dua dengan rekannya. Dirinya mengatakan dalam satu hari itu paling banyak menarik 10 sampai 15 kali roda pasir.

“Kalau nariknya banyak biasanya Rp.75 ribu mas, tapi kan jarang dapat tarikan banyaknya juga,” katanya.

FOKUSJabar.id Perbatasan
Suasana Sungai Cijolang Kota Banjar di Perbatasan Provinsi Jabar-Jateng. (Foto: Budiana)

Kardi mengaku, sempat menjadi tukang tambang pasir langsung yang terjun ke dasar sungai, namun karena usia dirinya memilih menjadi tukang derek  pasir dan menarik perahu, dibanding menjadi tukang tambang langsung berisiko terhadap nyawanya. 

“Air tidak selamanya bersahabat, tapi kami harus bisa mendapatkan galian pasir supaya bisa ditukarkan dengan derai tawa keluarga di rumah, jadi penambang itu berat dan tenanga dan keberanian saya saat ini tidak seperti waktu muda lagi,” kata dia.

Sementara itu Maman mengatakan, seorang penambang pasir itu bekerja di bawah sengatan sinar matahari langsung tapi apapun itu resikonya semuanya tetap tekun menjalaninya agar dapat mendulang recehan dari tumpukan pasir yang dihargai Rp.30 per satu perahunya.

Dalam sehari, Maman menyebutkan, para penambang pasir mengangkut maksimal tiga perahu yang tentunya untuk mendapatkan pasirnya itu memerlukan tenaga ekstra dan stamina yang kuat.

“Belum lagi jika musim kemarau, perairan biasanya mengering dan disitu kami kadang kesulitan mendapatkan pasir, saat itu kami para kuli harus mencari alternatif lain agar tetap bisa mengais rezeki untuk keluarga,” kata dia.

(Budiana Martin/Anthika Asmara)

Berita Terbaru

spot_img